Monday, August 7, 2017

Kota Padang Dalam Balutan Pawai Obor dan Telong-Telong, Spirit Heroik dan Patriotisme


Agustus menjadi bulan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Proklamasi yang dibacakan sang proklamator berkumandang dan tersebar ke segala penjuru tanah air. Menandakan negeri ini merdeka, bebas secara tidak langsung dari penjajahan.

Begitu juga bagi Kota Padang, bulan Agustus ini memiliki kenangan tersendiri dan tidak bisa dilupakan sepanjang masa. Pergerakan masyarakat Kota Padang kala itu membuat sejarah besar bagi lahirnya kota yang penuh kenangan ini.

Kota Padang dan Pelabuhan Bersejarah, Muaro.



Mengulang cerita lampau. Kota Padang pada mulanya berupa hamparan hutan lebat dan rawa-rawa yang berada dataran rendah. Seiring dengan berjalannya waktu Kota Padang ini tumbuh dan berkembang menjadi kawasan yang ramai dikunjungi oleh pedangang, karena memiliki pelabuhan dan tempat jual beli hasil bumi dari pedalaman Minangkabau.

Ketika kedatangan pedagang Belanda bernama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663. Kemudian VOC membangun sebuah benteng yang dibangun pada 1665 sebagai basis kekuasaan pertahanan dan pengintaian, termasuk di dalamnya untuk mengamankan kedudukan politik dan hukum terhadap Kota Padang dari bangsa lainnya.

Rusli Amran dalam Padang Riwayatmu Dulu, menceritakan benteng yang merupakan loji itu berbentuk empat segi dengan masing-masing sisi hampir 100 meter panjangnya. Tinggi dindingnya 6 meter. Di tiap sudut terdapat sebuah menara. Loji ini dilengkapi dengan 7 pucuk meriam.

Dalam benteng juga terdapat gudang-gudang tempat menyimpan rempah-rempah, barang dagangan VOC, dan gudang senjata. Sementara di luar benteng berkembang pemukiman-pemukiman para pensiun dan orang-orang tua bangsa Belanda yang secara politik tidak berarti lagi bagi kompeni. Benteng dan pemukiman orang asing di luar benteng inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Kota Padang era kolonial.

Pada tahun 1666 menjadikan Kota Padang sebagai markas besarnya untuk kawasan pantai barat Sumatera (Sumatra's Westkust) . Seiring berjalannya waktu, berkembang menjadi pusat perdagangan terpenting dengan ditujuk sebagai ibu kota pada 1668. 

Pada era pemerintah Hindia Belanda pada akhir abad ke-18 dan awal ke-19, Kota Padang berkembang menjadi kota metropolitan terbesar di seluruh pulau Sumatra. Tempo itu, akivitas perdagangan langsung dengan bangsa-bangsa asing sangat tinggi di Pelabuhan Muaro.

Bahkan Kota Padang menjadi pusat kekuatan militer pemerintah Hindia Belanda terutama selama berlangsungnya perang Aceh yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan atau tempat merawat tentara yang sakit dan cidera. Oleh karena itu, di sekitar pelabuhan Muaro terdapat banyak bangunan baik gedung pemerintahan, militer, rumah sakit, kantor dagang dan lainnya.

Tidak heran bila keberadaan pelabuhan Muaro menjadi saksi sejarah tersendiri bagi perkembangan Kota Padang yang pernah menjadi pusat perdagangan, pertahanan militer hingga kota metropolitan yang sangat berpengaruh dan penting di pulau Sumatra.

Baca: Kota Tua Padang Kisah Lampau dari Hangatnya Keberagaman dan Harapan

Aksi Heroik 7 Agustus


Terdapat catatan penting pada 7 Agustus 1669 lalu itu. Hari dimana terjadinya pergolakan masyarakat Pauh, Kuranji dan Koto Tangah untuk melawan monopli VOC dengan membakar loji-loji di kawasan Pelabuhan Muaro. 

Kala itu, suasana malam tidak seperti biasanya, karena sedang berlangsung semacam pesta rakyat dengan adanya pawai obor dan telong-telong (semacam lampu-lampu yang dibentuk sedemikian rupa dan memiliki ukuran yang cukup besar dari lampion). 

Masyarakat yang tumpah ruah berpartisipasi dan memadai tempat ini. Wilayah ini tumbuh menjadi pusat pemukiman baru yang homogen dan padat di pesisir pantai barat Sumatra sehingga akulturasi budaya tercermin hingga saat ini.

Namun, tidak ada yang mengira arak-arakan pawai obor dan telong-telong ini menjadi suatu gerakan perlawanan untuk VOC. Loji-loji Belanda itu kemudian diserang dan dibakar oleh masyarakat. Tanpa ada persiapan dan serba mendadak. VOC pun terkejut dan tidak akan mengira, bila malam kelabu itu terjadi pertempuran yang heroik rakyat Kota Padang melawan VOC. 

Pertempuran ini mengakibatkan banyak kerugian bagi VOC. Selama serangan7 Agustus 1669 malam tersebut, Belanda menderita kerugian tidak kurang dari 28.000 gulden.

Dalam tulisan Padang Riwayatmu Dulu, Rusli Amran mencerikan loji VOC dianggap simbol kekuasaan asing di Minangkabau, Jadi menyerang logi ini berarti memperlihatkan kehendak rakyat yang tidak mau kebebasan dagangnya diganggu seperti di zaman Aceh sebelumnya. Serangan/pembakaran loji tidak saja oleh rakyat Pauh, Koto Tangah, tapi juga oleh sekelompok rakyat dalam Kota Padang sendiri.

Tahun serangan pada 1669 itu jatuh di kala VOC mengakui dengan resmi bahawa kedaulatan atas kota-kota yang diduduki Belanda sepanjang pantai Minangkabau, dipegan oelh Yang Dipatuan di Pagaruyuang. Sedangkan Wakil VOC di Padang bertindak hanya sebagi pucuk pemerintahan saja. 

Dari sejarah panjang yang heroik dan penuh semangat perjuangan para rakyat yang menjadi pahlawan terdahulu ini di Pelabuhan Muaro pada 7 Agustus 1669 malam ini, kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Padang.

Baca: Mau Wisata Kota Tua di Padang? Yuk Ikuti Padang Heritage

Menjadi Festival Obor dan Telong-Telong


Bagi masyarakat Padang, telong-telong tak hanya sekedar festival biasa. Ada story telling sejarah panjang yang terkandung di dalamnya. Telong-telong ini strategi pejuang oleh para rakyat Padang tempo dulu. Lewat telong-telong inilah rakyat Padang sukses memporak-porandakan benteng yang merupakan loji VOC kala bermukim di Kota Padang.

Sudah lima tahun belakangan ini, Pemerintah Kota Padang melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan  menyelenggarakan iven Pawai Obor dan Telong-Telong dalam menyambu hari lahir Kota Padang.


Ada pesan yang tersirat dari rangkaian kegiatan ini. Mengenal kembali salah satu sejarah perjuangan penting akan lahirnya Kota Padang ini. Belajar nilai patriotisme dan semangat perjuangan dalam membanguan nagari sendiri dan bangsa tercinta. 

Melalui  iven Pawai Obor dan Telong-Telong ini 11 Kecamatan yang terdiri dari 104 kelurahan se-Kota Padang yang dilibatkan dapat menunjukan dan membangun rasa kebersamaan serta kreativitas dengan arak-arakan pawai yang terkonsep dan saling berkolaborasi.


"Telong-Telong itu tidak sekadar acara pawai atau atraksi untuk pariwisata, namun sejarah menyatakan bahwa Telong-Telong adalah bagian dari perjuangan masyarakat Padang menjaga harga diri dan kesatuan republik Indonesia saat jaman penjajahan. Jadi acara ini sangat penuh makna. ” kata Walikota dalam sambutannya.

Baca: Objek Wisata di Kota Padang

Acara dimulai dengan tabuhan  Gandang Tassa dan Kembang Api. Beragam bentuk kreasi dan keunikan-keunikan yang ditampilkan. Masyarakat pun memadati Lapau Panjang Danau Cimpago, Pantai Purus, Padang yang menjadi pusat kegiatan Pawai Obor dan Telong-Telong tahun 2017 ini.

Selamat Hari lahir Kota Padang yang ke-348 tahun. Kota Padang dan seisinya selalu dirindukan. Ayo ke Padang!
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

6 comments:

  1. Dirgahayu Kota Padang ke 348 Tahun, semangat Kerja Bersama ....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat ulang tahun juga Uda. Mari bersama2 memajukan kota Padang

      Delete
  2. Dirgahayu buat kota padang. Semoga semakin menjadi kota yg selalu ingat akan sejarah masa lampau. Terutama lewat padang heritagenya😀

    ReplyDelete
  3. Dirgahayu kota Padang..

    Sayang euy gak nonton acaranya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maksih Uda bara. Next festival masih ada lagi ada. Hehehehe

      Delete