Friday, September 30, 2016

Gempa 30 September 2009, Duka Mendalam dan Berlinang Air Mata di Ranah Minang

Kompleks Masjid Muahammadiyah Simpang Haru yang berlantai dua, rubuh pada lantai satu yang merupakan kompelks pertokoan dan  tersisa lantai duanya yang digunakan sebagai masjid.

Sore itu, tepat pada 30 September 2009. Semua masyarakat sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Tidak ada yang menyangka akan terjadi gempa bumi yang membuat duka mendalam dan berliang air mata di Sumatra Barat. Saya menjadi salah satunya yang merasakan dampak guncangan tanah yang bergetar cukup lama dan berlangsung berkali-kali.

Sebenarnya tulisan ini didedikasikan untuk memperingati 7 tahun Gempa Bumi yang mengguncang Sumatra Barat pada 30 September 2009 lalu. Tapi apa daya, saya belum bisa menuliskan detik-detik dari mulai awal merasakan terjadinya gempa dan dampaknya saat ini.

Untuk menuliskan kejadian ini itu saja saya tidak sanggup. Begitu mendalam dampak batin yang saya rasakan. Membuat trauma dan akan selalu berlinang air mata jika mengingatnya. Bukan lebay tapi memang begitu adanya. Pertama kali saya merasakan gempa yang dahsyat ini. Pertama kali secara langsung melihat banguan hancur di depan mata dan Pertama kali juga melihat banyak orang yang tertimpa banguan secara bersamaan.

Sekedar mengingatkan saja, saya akan mengutip kejadian mengenai Gempa Bumi 30 September 2009 di Sumatra Barat dari Wikipedia, Gempa ini terjadi dengan kekuatan 7,6 Skala Richter di lepas pantai Sumatera Barat pada pukul 17:16:10WIB sekitar 50 km barat laut Kota Padang.



Gempa menyebabkan kerusakan parah di beberapa wilayah di Sumatera Barat seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang,Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. 

Menurut data Satkorlak PB, sebanyak 1.117 orang tewas akibat gempa ini yang tersebar di 3 kota dan 4 kabupaten di Sumatra Barat, korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan 78.604 rumah rusak ringan

Bencana terjadi sebagai akibat dua gempa yang terjadi kurang dari 24 jam pada lokasi yang relatif berdekatan. Pada hari Rabu 30 September 2009 terjadi gempa berkekuatan 7,6 pada Skala Richter dengan pusat gempa (episentrum) 57 km di barat daya Kota Pariaman (00,84 LS 99,65 BT) pada kedalaman (hiposentrum) 71 km. 

Getaran gempa pertama dilaporkan terasa kuat di seluruh wilayah Sumatera Barat, terutama di pesisir. Keguncangan juga dilaporkan dari Pematang Siantar, Medan, Kuala Lumpur, Bandar Seri Begawan, Lembah Klang, Jabodetabek, Jakarta, Singapura, Pekanbaru, Jambi, Pulau Batam dari Kota Batam, Palembang dan Bengkulu

Dilaporkan bahwa pengelolaan sejumlah gedung bertingkat di Singapura mengevakuasi stafnya.Kerusakan parah terjadi di kabupaten-kabupaten pesisir Sumatera Barat, bagian selatan Sumatera Utara serta Kabupaten Kerinci Jambi. Sementara Bandar Udara Internasional Minangkabau mengalami kerusakan pada sebagian atap bandara sepanjang 100 meter yang terlihat hancur dan sebagian jaringan listrik di bandara juga terputus. Sempat ditutup dengan alasan keamanan, bandara dibuka kembali pada tanggal 1 Oktober 2009.

Pada hari Kamis 1 Oktober 2009 terjadi lagi gempa kedua dengan kekuatan 6,8 Skala Richter, kali ini berpusat di 46 km tenggara Kota Sungai Penuh pada pukul 08.52 WIB dengan kedalaman 24 km. Setelah kedua gempa ini terjadi rangkaian gempa susulan yang lebih lemah. Gempa pertama terjadi pada daerah patahan Mentawai di bawah laut, sementara gempa kedua terjadi pada patahan Semangko di daratan.

Peristiwa gempa ini tentu tak cukup diwariskan dengan tradisi lisan tapi juga dikenang dengan dibangun sebuah monumen. Adanya sebuah monumen sudah pasti tujuannya untuk meninggalkan catatan fakta sejarah, maka dibangunlah Monumen Korban Gempa 30 September 2009 yang diresmikan pada 30 September 2010.

Di belakang prasasati yang bertanda tangan ini terdapat 4 buah tugu yang berisi puisi yang ditulis oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Gamawan Fauzi, Junaidi Perwata dan Fauzi Bahar. Selain itu di depan tugu itu terdapat tugu lainnya yang berisikan nama-nama korban gempa asal kota Padang sebanyak 393 nama.

Akibat dari gempa ini memang banyak merugikan, baik secara materi maupun psikologi. Terlepas dari itu semua memberi dampak yang cukup besar bagi kesadaran masyarakat untuk siaga dan tetap terus hidup berdampingan dengan bencana. Indonesia adalah negara yang kaya, begitu juga kaya akan potensi bencanannya.

Foto-foto ini saya ambil kira-kira seminggu setelah gempa terjadi. Maaf watermark-nya sedikit alay dan kualitas fotonya rendah, soalnya file aslinya hilang. Ini saya ambil di Album Facebook. Padahal ini dokumen yang sangat berharga dikemudian harinya.










————————————————————————————————————————————————————
Bayu Haryanto – biasa disapa Ubay. Penikmat senja yang bermimpi untuk explore Indonesia dengan tagline #JajahNagariAwak. Pemotret yang suka dipotret. Perngkai kata dalam blog kidalnarsis.blogspot.com. Jejaring sosial Twitter @beyubay dan Instagram @beyubaystory.

Traveling  Explore  Journalism  Photograph  Writer  Share  Inspire

©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

4 comments:

  1. wah gak kebayang kalo saya mengalami kejadian seperti itu, udah mau 7 tahun ya lumayan jg


    budy | Travelling Addict
    blogger abal-abal
    www.travellingaddict.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan deh dibayangkan. Gk kuat nanti mas. :)
      Sudah 7 tahun mas.

      Delete
  2. Replies
    1. Ia uda. Luka lama yg terkadang kmbali muncul. :(

      Delete