Monday, May 14, 2012

Menjauhi yang Serba Instan

Kesibukan perkuliahan membuat mahasiswa memilih segala yang serba cepat dan praktis. Mereka menjadi mahasiswa serba instan. Mengkonsumsi makanan cepat saji, mie instan, dan minuman bersoda cenderung meningkatkan kandungan asupan karbohidrat dan lemak yang lebih banyak. Ini akan menyebabkan obesitas.

Mahasiswa yang kuliah pagi, pulang petang, bahkan hingga larut malam seringkali tak sarapan. Mereka langsung makan siang, bahkan makan malam pun dilakukan di tengah malam sambil begadang.

Tidak ada variasi makanan. Mahasiswa lebih banyak minum kopi, minuman bersoda, dan mengkonsumsi suplemen penguat stamaina. Bila ditambah dengan kurangnya asupan air putih, hal itu dapat memperburuk kualitas hidup mahasiswa yang serba instan.

Lebih baik benahi gaya hidup dengan pola makan sehat seimbang, berolahraga, istirahat cukup, serta menjauhi makanan dan minuman instan.*

*Bayu Haryanto, mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Universitas Bung Hatta dan Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Wawasan Proklamator. (Tulisan ini pernah dimuat di Koran Kompas dalam rubrik 'Argumentasi!' Kompas Kampus 08 Mei 2012)

Kartini-nya Minangkabau


Negara yang besar adalah Negara yang tidak akan pernah melupakan sejarahnya, itulah pepatah yang mungkin bisa kita maknai dari peringatan hari Kartini. Tanggal 21 April setiap tahunnya dirayakan agar dapat mengambil pelajaran dan merefleksikan akan hakekat dari perjuangan emansipasi wanitanya seorang bernama Kartini.

Mak Itam Sang Legenda Sawahlunto

Sinar matahari di awal bulan Maret begitu teriknya, sekumpulan juranalis kampus se-Sumatra yang mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL) mengenai Jurnalisme Siber berkesempatan datang untuk mengunjungi "Mak Itam", salah satu ikon wisata kota tua di Sawahlunto, Selasa (06/03/2012).

Kota Sawahlunto sebagai salah satu kota tambang batubara di Sumatra Barat. Pada abad pertengahan ke-19 Sawahlunto tidak bisa dipisahkan dari Mak Itam, ketika Ir.Willem Hendrik de Greve tahun 1868 yang ditugaskan oleh Gubernur Kolonial Hindia Belanda melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau dan menemukan kandungan deposit batubara di Sungai Ombilin, salah satu sungai di Sawahlunto. Kemudian eksplorasi batubara pun mulai diproduksi sejak tahun 1892 hingga 2000-an.