Jakarta bagi saya tidak saja sebuah ibu kota negara dengan sekelumit urusan yang terus di sorot oleh media dan terkadang membuat pening kepala. Namun, Jakarta memiliki sisi-sisi yang humanis dan menarik untuk ditelusuri, semisalnya berkunjung ke museum. Bagi sebagian orang, museum dapat menjadi tempat yang menyenangkan dan juga membosankan, tapi untuk hal ini, saya tidak. Sebagai pencinta pusaka, tentunya harus sering-sering ke museum.
Usai mengemas barang-barang saya langsung check out dari penginapan. Masih ada sedikit waktu untuk menjelajah Jakarta. Memang dalam kesempatan yang singkat ini sudah saya berniat untuk pergi ke Kota Tua Jakarta dan mengunjungi beberapa museum yang ada di sana. Cuma 3 jam waktunya.
Tidak salah saya menyebut Jakarta itu kota sejuta museum. Mengapa? di kota ini bertaburan banyak museum di tiap sudut wilayahnya. Dari penelusuran via Wikipidia ada 56 museum dan dari hasil tulisan Winny Marlina dalam blognya berjumlah 61. Dalam berita di Kompas menyebutkan 142 museum.
Sayangnya ketika ditelusuri dari situs resmi museum jakarta saya tidak menemukan datanya karena situnya eror. Umumnya museum di Jakarta ini tersebar di Kawasan Kota Tua Jakarta, Jakarta Pusat sekitar Monumen Nasional, dan Taman Mini Indonesia Indah.
Datang ke museum masih menjadi dilema, sebab masih ada pemikiran kuno dan belum menjadi prioritas destinasi yang dikunjungi. Biasanya yang mengunjungi ke museum para pelajar yang sedang studi tour atau wisatawan asing. Padahal, keberadaan museum bagi suatu daerah sangat penting, karena dari sini masyarakat dapat belajar, melihat dan bisa membayangkan perjalanan sejarah daerah atau suatu hal yang menjadi ikon dari nama museumnya. Museum ini cocok untuk wisata keluarga dan murah meriah.
Dengan menggunakan transportasi online saya tiba ke Kota Tua Jakarta. Hari itu tidaklah hari libur. Saya kira tidak akan ramai yang mengunjungi ke kota tua ini, ternyata diluar perkiraan. Sederetan bangunan tua yang masih terjaga dan dihuni ini seolah-olah membawa saya terbang jauh ke benua Eropa. Bangunan dengan arsitektur khas kolonial dan oranamen-oranamennya begitu jelas terlihat dari puncak hingga bawahnya. Detail bangunannya mengagumkan.
Saya pun tiba di lapangan luas yang sejauh mata memandang dikeliling oleh bangunan cagar budaya. Inilah Taman Fatahillah. Di sini pengunjung dapat melihat ke segala sudut akan kemegahan banguan tua ini. Bisa juga berfoto-foto, berkeliling hingga menyewa sepedah.
Kota Tua Jakarta atau Oud Batavia ini menjadi destinasi yang saya ingin jelajahi. Mengingat untuk pengelolaan kawasan kota tua, Jakarta termasuk daerah yang terbilang baik dan ada unit khusus pengelolanya. Dulu kawasan ini manjadi tempat yang sangat penting sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dengan kekayaan alam yang begitu melimpahnya.
Kota Tua Jakarta ini memiliki luas 1.3 km persegi yang berada di antara dua wilayah yaitu Jakarta Utara dan Jakarta Barat yang sudah tumbuh dan berkembang sejak abad ke-15. Di sini banyak menyimpan jejak sejarah, terlihat banyak banguanan tua yang menjulang tinggi dan masih terjaga. Silih berganti pedagang asing menyandarkan kapalnya di kota ini, tidak heran Kota Tua Jakarta ketika abad ke-16 dijuluki Permata Asia dan Ratu dari Timur oleh pelayar Eropa
Kota Tua Jakarta di masa lalu merupakan kota rebutan yang menjadi simbol kejayaan bagi siapa saja yang mampu menguasainya. Tak heran jika mulai dari Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda-Pajajaran, Kesultanan Banten-Jayakarta, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), Pemerintah Jepang, hingga kini Republik Indonesia melalui Pemerintah DKI Jakarta, terus berupaya menjaganya hingga menjadi kawasan pusaka penting di negeri ini dan menjadi destinasi wisata sejarah yang populer dikalangan pelancong.
Setidaknya ada beberapa tempat yang bisa dikunjungi bila ke Kota Tua Jakarta mulai dari Museum Sejarah Jakarta dan Taman, Museum Wayang, Musieum Seni dan Keramik, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri dan beberapa banguan tua ikonik yang disulap menjadi kafe.
Museum Fatahillah, Museum Sejarah Jakarta
Museum Fatahillah, Museum Sejarah Jakarta
Ada satu bangunan yang monumental dan penting bagi Jakarta yaitu Museum Sejarah Jakarta atau dikenal dengan Museum Fatahillah. Letaknya di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat. Jika berkunjung ke Kota Tua Jakarta wajib singgah ke museum ini. Namun, sayangnya saya tidak bisa masuk ke dalam karena sedang direnovasi.
Dulu, gedung ini digunakan sebagai Balai Kota (Stadhuis van Batavia) oleh VOC yang diresmikan oleh Gubernur Jendral Abraham Van Riebeeck pada tahun 1710-7012 dengan luas 1300 meter persegi. Bangunan bergaya neoklasik ini dirancang menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.
Dari museum ini dapat menelusuri berbagai peninggalan sejarah kota Jakarta sejak zaman prasejarah, masa kejayaan pelabuhan Sunda Kelapa, era penjajahan, hingga ke masa setelah kemerdekaan. Museum ini menyimpan 23.500 koleksi barang bersejarah, baik dalam bentuk benda asli maupun replika.
Kafe Batavia, Tempat Makan Hits di Kota Tua Jakarta
Tidak jauh dari Museum Fatahillah ada kafe hits yang wajib dikunjungi bila ke Kota Tua Jakarta, yaitu Kafe Batavia. Gedung ini sekitar tahun 1884 digunakan sebagai Kantor Dagang E. Dunlop & Co, lalu pada tahun 1920-an menjadi Kantor Kapal Hadji (Kongsi Tiga). Kemudian sejak tahun 1992 hingga saat ini beralih fungsi menjadi restoran. Ternyata banyak juga pengunjung yang berfoto di depan kafe meski tidak masuk ke dalamnya.
Meriam Si Jagur, Bentuknya Agak Cabul
Ada hal menarik yang bisa kita temui di Kota Tua Jakarta ini selain berbagai macam bangunan tua, ada juga meriam yang memiliki bentuk cabul, kabarnya dikeramatkan oleh masyarakat Betawi tempo dulu. Meriam Si Jagur namanya yang dibuat oleh N.T Boccaro di Malaka untuk memperkuat Benteng Portuguis di sana.
Ada hal menarik yang bisa kita temui di Kota Tua Jakarta ini selain berbagai macam bangunan tua, ada juga meriam yang memiliki bentuk cabul, kabarnya dikeramatkan oleh masyarakat Betawi tempo dulu. Meriam Si Jagur namanya yang dibuat oleh N.T Boccaro di Malaka untuk memperkuat Benteng Portuguis di sana.
Ketika Malaka dikuasai VOC pada tahun 1641, meriam ini dibawa ke Batavia sebagai alat pertahanan kota. Meriam seberat 3,5 ton ini terdapat tulisan Ex me ipsa renata sum yang artinya saya lahir kembali dari diri saya.
Monumen Jalur Tren
Melihat Isi Museum Wayang
Karena cuaca kian terik, saya pun pergi ke Museum Wayang untuk ngadem dan melihat isi di dalamnya. Museum ini berada di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat. Sebelum jadi museum, bangunan ini pernah menjadi gereja atau De Oude Hollandsche Kerk yang dibangun sejak 1640.
Museum Wayang mengkoleksi lebih dari 4.000 koleksi dari berbagai wilayah Indonesia dan negara di Asia serta Eropa. Koleksinya terdiri atas wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka hingga gamelan.
Setelah dari Museum Wayang, saya melanjutkan ke Museum Seni dan Keramik. Sayangnya lagi saat itu sedang mati lampu jadi saya urungkan niat untuk mengunjunginya. Mengingat masih ada waktu saya langkahkan kaki keluar kawasan Taman Fatahillah menuju Museum Bank Indonesia. Sepanjang mata memandang banguan tua semua yang ada di sekeliling saya.
Museum Bank Indonesia berada di Jalan Pintu Besar Utara No.3, Jakarta Barat. Tepat di depan Stasiun Kota Jakarta (Beos Kota). Bangunan ini memiliki arsitektur kolonial bergaya neoklasik yang dibangun 1828. Dulu digunakan sebagai Gedung De Javasche Bank cikal bakal Bank Indonesia saat ini.
Dari sejumlah museum yang pernah saya kunjungi, Museum Bank Indonesia d Jakarta ini terbilang canggih dan keren dengan memanfaatkan teknologi modern dan multi media, seperti display elektronik, panel statik, televisi plasma, dan diorama. Sangat mengagumkan. Museum ini menyajikan informasi peran Bank Indonesia dalam perjalanan sejarah bangsa yang dimulai sejak sebelum kedatangan bangsa barat di Nusantara hingga terbentuknya Bank Indonesia pada tahun 1953.
***
Tidak terasa waktu terus bergulir. Tiga jam saja tidak cukup untuk menjelajahi penggalan sejarah Jakarta yang merepresentasikan Indonesia ini. Kota Tua Jakarta menarik untuk dikunjungi. Kumandang azan Zuhur telah terdengar, saya pun bergegas membuka aplikasi jasa transporasi online untuk segera ke Bandara Internasional Soekarno Hatta.
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
Ke Jakarta wajib hukumnya untuk ke Kota Lama, dua kali ke sana dan belum kelar keliling museum satu ke museum lainnya :D
ReplyDeleteKafe Batavia hits ya? Aku kok gak pengen masuk, mahal hahaha.
Betul kang, selain ke monas wajib ke kota tua. Bisa di coba lagi nih hehee
DeleteIa hits untuk berfoto kalo saya lihat byk yg main ke kota tua menyempatkan berfoto di tulisan cafe batavia nya hehehe
Melihat meriam yang cabul jadi keingat meriam di Gunung Padang, meskipun meriam di sana nggak cabul, hehe. Destinasi wajib, semoga suatu waktu bisa ke sana ^^
ReplyDeleteWkwkwkwk fokusnya malah ke meriam cabulnya hahaha
Deleteia tapi lebih unik meriam ini diak
klo ke jakarta wajib deh ke kota tua
sha sempet tinggal di jakarta setahun setengah. pas udh pindah baru nyesel kenapa dulu gak sering jalan2 :D
ReplyDeleteWah, padahal klo ke jakrta ke batavia ini wajib loh dikunjungi.
Deletemungkin lain kesempatan dapat bertangdang lagi ke tempat ini
hehehe
Wah bagus-bagus mas spot foto nya!!
ReplyDeleteTerima kasih banyak mas hehehe
Delete