Sore itu langit mendung menemani. Sudah berminggu-minggu lamanya asap
mengepung membuat sesak dan penat semua terlihat abu-abu dan mem-blur. Ingin
rasanya piknik sejenak. Kendaraan ini terparkir di depen kelenteng yang
terkenal di kota ini. Tidak ada rencana dan langkah kaki menelusuri satu
persatu bangunan yang tua dan tak terawat ini. Ini Kawasan Pondok yang terkenal
dengan kota tuanya Padang.
Kota Padang lahir sejak abad ke-14 dan berkembang di daerah ini sejak
abad ke-17 sebagai kota pedagangan dan pelabuhan serta menjadi kota basis
pertahanan militer pada zaman kolonial Hindia Belanda terutama di
Kawasan Pondok, sepanjang bantaran Sungai Batang Arau hingga Pelabuhan Muaro
yang bermuara ke Samudra Hindia. Kawasan inilah yang merupakan awal Kota Tua Padang yang banyak memiliki bangunan tua menjadi saksi bisu peninggalan kolonial.
|
Prastasi Gedung Padangsche Spaarbank dan nomor gedungnya (Koleksi Pribadi 2016). |
Bukti peninggalan tersebut dapat dilihat di sepanjang Jalan Batang Arau (dulu
dalam bernama
Greeve Kade) banyak
ditemui bangunan tua yang bekas kantor pemerintahan, perbankan, dan kantor
dagang Belanda peninggalan VOC
(Vereenigde Oostindische Compagnie). Salah satunya Gedung
Padangsche Spaarbank yang
berlokasi di Jalan Batang Arau No. 33 Kelurahan Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan,
Kota Padang ini.
Sudah lama saya ingin menggali lebih dalam mengenai gedung ini.
Ketertarikan saya terhadap bangunan peninggalan sejarah itu, membuat saya
mencari berbagai sumber di mesin pencari Goolge. Sayangnya, tak banyak litelatur yang
dapat menjelaskan lebih dalam mengenai gedung ini.
|
Pagar utama dari Gedung Padangsche Spaarbank (Koleksi Pribadi 2016). |
|
Gedung Padangsche Spaarbank lantai dua yang dilihat dari depan (Koleksi Pribadi 2015) |
Padangsche Spaarbank menjadi salah satu dari 74 bangunan yang dijadikan
Pemerintah Kota Padang sebagai benda bersejarah yang dilindungi berdasarkan SK
No 6/BCB-TB/A/01/2007. Menurut Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar, rata-rata bangunan di Kawasan Kota Tua Padang dibangun pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Arsitekturnya, bergaya eropa klasik, neo klasik, a
rt deco geometric, modern, hingga
art deco streamline.
Gedung yang masih berdiri kokoh ini didirikan pada tahun 1908, memiliki
dua lantai dan tinggi 35 meter yang berdiri membelakangi Sungai Batang Arau.
Kabarnya, Gedung
Padangsche Spaarbank pernah digunakan sebagai Kantor Bank Tabungan Sumatra Barat sebelum
direnovasi pada tahun 1992. Sempat juga gedung ini difungsikan untuk menjadi
penginapan (
homestay) atau sekelas hotel bintang satu dengan nama Hotel Batang
Arau sejak tahun 1994.
|
Depan Hotel Batang Arau (sumber: Padangsche Bovenlanden) |
|
Lobi Hotel Batang Arau Desembar 2006 (sumber: TripAdvisor) |
Sejak tahun 2001 hingga 2009, pasangan Amerika, Chris Scurrah and Christina Fowler mengelola hotel dan restoran ini. Sebelumnya hotel ini dikelola Norma Duelfer kewarganegaraan Jerman. Setelah Norma kembali ke Jerman, Cristina dan Chris mengelola usaha hotel dan restoran ini. Chris mengelola bisnis penyewaan kapal wisata
untuk turis surfing di Mentawai, sementara Christina yang mengelola hotel dan restoran.
Dulunya, hotel ini menjadi tempat beristirahat favorit
bagi turis asing yang akan
berselancar ke Mentawai dengan kisaran harga per malamnya untuk kamar single Rp180 ribu
dan
double Rp230 ribu. (dalam situs resminya
disini).
Di lantai pertama menjadi tempat restoran dan
bar. Para pengunjung dapat menikmat suasana kapal bersandar, aktivitas nelayan
dan matahari terbenam di sekitar Sungai Batang Arau. Tak hanya itu, di
sini terdapat juga klinik kesehatan dan suasananya sangat nyaman
dibuat serasa berada di rumah sendiri dengan nuansa bangunan lama seperti kembali
di zaman kolonial.
|
Gedung Padangsche Spaarbank lantai dua yang dipotret dari bawah (2015) |
|
Sisi lain dari Gedung Padangsche Spaarbank (Koleksi Pribadi 2016). |
Berbicara aristekturnya, gedung ini bergaya neo klasik eropa yang
berkembang pada awal abad 20. Tiga jendela berukuran lebar meghiasi lantai dua
gedung ini, jendela tersebut
berwarna-warni, yang menggambarkan dengan gaya
art-deco.
Pintu
masuk berukuran besar diapit dengan dua jendela besar khas neo-klasik.
Bagian atap berbentuk piramid yang dibalut
dengan sentuhan susunan kotak dihiasi fentilasi bulat dan setengah lingkaran berukuran besar. Di salah satu ruangnya yang dijadikan kamar hotel masih dapat dilihat kotak brankas peninggalan bank zaman Belanda ini.
|
Lantai satu Gedung Padangsche Spaarbank yang dilihat dari depan desung (Koleksi Pribadi 2015) |
Menurut
Dr. Ir. Eko Alvares Z MSA pakar Arsitektur Universitas Bung Hatta dalam
blognya menuliskan, banyak dari ciri konstruksi rumah ini merupakan teknologi
high-tech pada awal abad ini. Misalnya, lantai dua dibangun diatas sebuah
konstruksi dari besi yang agak bersamaan dengan cara mengkonstruksikan lantai
kayu yang terpakai dalam rumah-rumah yang lain, dan bidang-bidang di antara
balok-balok besi tidak ditutupi dengan papan-papan kayu, tetapi dengan semen
yang terpasang secara berkubah.
Mungkin sekali ada rencana menyimpan barang-barang dagangan yang berat
di atas lantai dua tersebut. Rumah ini kebetulan sudah terjual sebelum Tuan Gho
sempat memakai sebagai gudang dan kantor. Selain dari pada ruangan kantor dan
tresor yang dipasang selanjutnya (dilantai dasar masih dapat melihat pintu
tresor yang tebalnya 30 cm di samping meja bar kini) dan sebuah ruangan di
bagian muka lantai kedua yang memungkinkan dimaksudkan sebagai perkantoran,
sebelum perehaban tiada pembagian dengan dinding didalam gedung ini.
|
Penampakan Gedung Padangsche Spaarbank dan lonceng kereta api (Koleksi Pribadi 2016). |
Terhadap beberapa pemecahan soal-soal teknis yang dipertimbangkan
dengan baik dan apalagi jendela-jendela yang ada pada masa itu masih cukup
bersifat
avantgarde dan mengesankan sekali dari segi seni-rupanya kita dapat
menyangka, bahwa arsitek gedung ini tampaknya seorang yang canggih pada masanya
dan sempat mengilhamkan aliran-aliran modern dalam kebudayaan Eropa dari Kota
Padang yang begitu berkejauhan itu.
Gedung Padangsche Spaarbank Riwayatmu Kini
Bila dilihat dari berbagai tulisan dan ceritanya, Gedung Padangsche Spaarbank memiliki tempat
tersendiri bagi para pelancong asing dan berasritektur paling kece kala itu.
Terakhir saat saya mengunjungi gedung ini masih seperti bentuk aslinya namun sangat disayangkan bangunan tersebut sebagian
besar terbengkali, kumuh, banyak yang rusak terutama pasca Gempa 30 September
2009. Miris bukan?
|
Seorang pengunjung sedang memandang Gedung Padangsche Spaarbank (Koleksi Pribadi 2015). |
Dari depan gedung masih terlihat kokoh dengan jendela yang kacanya
sudah pecah. Di halaman gedung terdapat 3 pohon palm yang tumbuh subur. Sementara
itu, identisas gedung ini masih dapat dijumpai di depan pintu masuk dan tahun
pembuatan gedung masih terukir jelas di puncaknya. Saya berencana untuk masuk kedalam gedung, namun
saya urungkan mengingat hari sudah petang.
Saya sempat termenung, terlintas dalam pikiran bila berada di depan
gedung ini serasa berada di Jalan Braga Bandung atau Batavia Jakarta. Tidak
berlebihan sih, bila pemerintah Kota Padang serius untuk mengelola kawasan ini. bisa jadi akan se-hits kedua tempat tersebut. Bukankah, perencanaan revitalisasi
Kawasan Kota Tua Padang sudah ada, namun impelentasinya belum juga terlihat. Mungkin
sedang proses ya.
|
Suasana Gedung Padangsche Spaarbank (Koleksi Pribadi 2015) |
Lalu lalang kendaran yang
silih berganti melintasi gedung ini tidak mempengaruhi saya untuk memetik
beberapa gambar sebagai koleksi pribadi. Langit senja sudah tiba, begitu juga
baterai handphone yang sudah sekarat, kode bagi saya untuk segera pulang ke
rumah.
Bermula dari gedung ini, saya akan jelajah lagi gedung lainnya,
sembari piknik, sembari berolahraga dengan jalan kaki di Kawasan Kota Tua
Padang. Meskipun tidak ada yang peduli dengan ini saya percaya suatu saat
akan direnovasi kembali atau mungkin saja akan dilupakan. Entahlah.
Gedung Padangsche Spaarbank dapat menjadi spot hunting foto yang instagramable
Bila dilihat lebih dekat, Gedung Padangsche Spaarbank ini memiliki arsitektur yang begitu cantik, saya sendiri menilainya tercantik kedua setelah Gedung Geo Wehry & Co yang berlokasi dekat Jembatan Siti Nurbaya. Gedung ini bisa menjadi lokasi untuk berfoto dengan latar kemegahan desainnya. Nuansa vintage pun sangat melekat dari gedung ini sehingga menciptakan suasanan tempo dulu.
|
Gedung Padangsche Spaarbank dapat menjadi latar untuk foto yang cukup menarik (Koleksi Pribadi 2016). |
———————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
Kota Tua di Jakarta dan Semarang sekarang sudah menjadi tempat asik buat sekedar santai. Menunggu giliran Kota Tua di Padang
ReplyDeleteBetul sekali. Mohon doanya semuanya agar Kota Tua Padang dapat segera dipercantik
DeleteSalam kenal, saya Mona dari Padang. Saya juga cari info tentang bangunan tua ini, krn dulu ketika masih berupa penginapan, saya pernah kesana pada 1987 lalu. Pd waktu itu ada tangga disamping, sehingga kita bisa langsung naik kelantai 2 sambil melihat2 kapal di sungai itu dari atas balkon. Selebihnya, saya tdk ingat lagi tentang bangunan itu. Setelah itu, bangunannya ditutup. Tangga samping dibongkar. Saya jarang lewat didekat bangunan itu. Terimakasih.
ReplyDeleteTerimakasih ya, sudah menulis artikel tentang bangunan ini, berikut foto2nya.
ReplyDeleteI am Norma Duelfer who made a ten years contract with the owner of Batang Arau in 1993 and who turned this former bank into a Hotel. So being the Pionier of it is very rewarding to see that a new owner is going on with the heritage and turns this Juwel of a house into a hotel again. I used the emblem of the Dutch strong room as a sign for the hotel, which is the lips plate. I hope that there will be more followers taking care of what is left in old houses in Padang. Norma Duelfer, Bali
ReplyDelete