Monday, July 18, 2016

Asiknya Nongkrong di Kelenteng See Hin Kiong Sembari Seruput Kopmil


Mau merasakan nuansa ala-ala negeri tirai bambu di Ranah Minang? Coba saja deh jalan-jalan ke perkampungan Tiongkok Kota Padang yang berlokasi di Jalan Kelenteng, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatra Barat.

Suasannya akan begitu mencolok dengan kehadirian pernak-pernik khas etnik Tiongkok seperti kelenteng, patung hingga aksara Tiongkok tiap rumahnya. Ditambah lagi bila memasuki hari Imlek, lampu lampion yang merah merona bergantungan menghiasi jalanan dan  bau dupa akan tercium disepanjang jalan ini hingga atraksi barongsai pun tidak ketinggalan hadiri mewarnai kekahasan daerah Pondok yang masih termasuk dalam kawasan Kota Tua Padang.

Kelenteng See Hin Kiong Pertama dan Tertua di Kota Padang

Klenteng te Padang (1880 | sumber: KITLV)
Di sini terdapat banyak bangunan abad ke-19 loh. Nah yang begitu mencolok terlihat dan yang terkenal adalah Kelenteng See Hin Kiong. Kelenteng ini pertama dan tertua keberaaannya di Ranah Minang. Dengan lokasi di jalan Kelenteng No.312, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatra Barat.

Sebenarnya kelenteng adalah nama yang biasa digunakan untuk menyebut tempat peribadatan dan kegiatan keagamaan masyarakat Tionghoa dan penganut ajaran Tridharma yang meliputi Buddha, Tao dan Konghucu. Nah, isitilah ini hanya dikenal di Indonesia. Nama kelenteng itu sendiri diambil dari suara yang terdengar dari genta yang dipukul dan menimbulkan bunyi klinting, jika gentanya besar, maka bunyi yang ditimbulkan terdengar seperti kelenteng.
Chinese tempel (klenteng) te Padang (1890-1892  | sumber: KITLV)
Kelenteng See Hin Kiong merupakan keleteng pertama di kota Padang yang berdiri pada tahun 1841. Kelenteng ini didirikan oleh bangsa Hok Hwa yang berasal dari Tiongkok. Kelenteng ini pada awal mulanya bernama Kelenteng Kwan Im Teng yang dibangun oleh pedagang dari marga Tjiang dan Tjoan Tjioe yang menginjakan kakinya di Padang. Dulunya, kelenteng ini bermaterialkan kayu dan beratapkan daun rumbia.

Dalam situs seehinkiong.com diceritakan, pada zaman Raja Ham Hong tahun Sien Yoe sejalan dengan tahun masehi 1861, karena kecerobohan Sae Kong (Pandita) telah terjadi kebakaran yang menghanguskan Kelenteng Kwan Im Teng hingga menjadi abu. Pada mas,a itu ada Lie Goan Hoat yang menjadi Kapten, Lim Sun Mo dan Lie Lien It yang berpangkat letnan bersepakat membangun kembali Kelenteng Kwan Im Teng yang tebakar.

Chinese tempel te Padang (1930 | sumber: KITLV)
Kelenteng tersebut dibangun dengan bantuan dana dari penyewaan los bambu yang dijadikan sebagai pasar. Pada saat ini, pasar tersebut dikenal sebagai Pasar Tanah Kongsi. Pembangunan dimulai pada tahun 1893 hingga selesai tahun 1897. 

Kemudian pada 1 November 1905, Kelenteng Kwan Im Teng berganti nama dari menjadi Kelenteng See Hin Kiong. Bukti kelenteng ini pembangunannya juga dapat dilihat pada batu prasasti yang ada di sisi dalam bangunan Kelenteng See Hin Kiong.

Kelenteng See Hin Kiong pasca gempa  (2012 | Koleksi Pribadi)
Kelenteng See Hin Kiong lama (2016 | Koleksi Pribadi)
Sayangnya, akibat gempa 30 September 2009 kelenteng ini mengalami banyak kerusakan sehingga tidak lagi digunakan untuk tempat ibadah. Mengingat kelenteng lama merupakan cagar budaya, maka kelenteng lama tersebut akan direnovasi dan dijadikan sebagai museum masyarakat Tionghoa Padang. Kelenteng ini merupaka salah satu cagar budaya dengan nomor inventaris 06/BCB-TB/A/01/2007.

Sebagai gantinya, tahun 2010 kembali dibangun kelenteng baru di lokasi yang berbeda dan tidak jauh kelenteng lama. Bangunan kelenteng baru ini memiliki desain yang tak jauh beda dengan yang lama. Tetap mempertahankan bentuk aslinya. Kelenteng ini dirancang langsung oleh arsitek dari negeri Panda ini dengan model kelenteng kuno dari Hokkian, Tjoan Tjiu.
Kelenteng See Hin Kiong yang baru (2016 | Koleksi Pribadi)
Altar Kelenteng See Hin Kiong (2015 | Koleksi Pribadi)
Atas inisiatif Ong Tjie Min dan Lauw Kok Hoei, mereka mengundang 2 arsitektur dari Tiongkok dan satu ketua ahli feng sui se-Asia untuk meninjau lokasi pembangunan kelenteng baru. Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 30 Juli 2010 atau Imlek Lak Gwek Cap Kauw (bulan 6 hari 19) tahun 2561 bertepatan dengan Shejid Kuan Im Po Sat, pada pukul 09:14 WIB.

Pada tanggal 6 April 2017, Kelenteng See Hin Kiong disahkan sebagai yayasan.Berikut adalah nama-nama pendiri yayasan: Ady Soewito, Chandra Penata Long, Haneco Widjaja Lauwensi, Husen Sugito, Joni, Rustam Karim, Sjirwan Hamzar, Suwagito Lawer, Wiryanto.

Kelenteng See Hien Kiong Jadi Wisata Favorit

Masyarakat menjadikan kelenteng See Hin Kiong sebagai tempat wisata dan berfoto (2015 | Koleksi Pribadi)


Semenjak diresmikan lagi akhir Maret 2013, Kelenteng See Hin Kiong ramai dikunjungi. Kelenteng ini terbuka untuk umum dari pagi hingga sekitar pukul 21.00 WIB. Pengunjung tidak boleh masuk ke dalam kelenteng, hanya bisa menikmati suasannya di halaman kelenteng saja. Biasanya pada hari dimana umat Tiongkok sembahyang, kelenteng ini tertutup untuk umum.

Sejatinya kelenteng ini sebagai tempat ibadah dan sebenarnya bukan tempat wisata. Namun telah menjadi destinasi wisata yang wajib dikunjungi bila ke Kota Padang. Momen Imlek misalnya, kelenteng ini akan ramai dikunjungi oleh berbagai kalangan dan daerah di luar Kota Padang.

Kelenteng See Hin Kiong menjadi salah satu tempat favorit bagi masyarakat untuk lokasi berburu berfoto dengan latar etnik atau sekedar selfie ria. Di sini juga menjadi tempat nongkrong kaula muda sembari menikmati minuman kopmil yang cukup terkenal di tempat ini.

Menyaksikan Secara Langsung Atraksi Kesenian Tiongkok

Lampion di Kelenteng See Hien Kiong (2015  | Koleksi Pribadi)
Setiap menyambut tahun baru Tiongkok yakni Imlek, suasana di Jalan Kelenteng akan sedikit berbeda dan jauh lebih meriah dari hari biasanya. Pernak pernik dan berbagai macam ornamen akan menghiasi tiap bangunan dan jalanan di sini.

Menariknya suguhan kesenian tradisional Tiongkok seperti atraksi Barongsai dan Tari Naga (Liong) yang akan ditampilkan dihadapan masyarakat umum. Biasanya atraksi tersebut merupakan tradisi dari masyarakat Tiongkok tiap tahunnya dalam menyambut tahun baru Imlek. Bahkan ada juga kegiatan bazar dan pasar malamnya loh.

Biasanya menjelang puncak Imlek ada Pawai Sipasan yang melibatkan anak-anak dengan menggunakan pakain khas Tiongkok. Diramaikan juga dengan atraksi Barongsai, Tari Naga (Liong) , Singa Peking, Kuda Api-Api dan arak-arakan Kio (kendaraan leluhur).

Selain itu, ada juga tradisi Sembahyang Tee Soe atau Sembahyang Tinggi (Phoo To) yang diadakan setiap bulan 7 tanggal 15 penggalan Imlek. Tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap roh para leluhur.

Kemudian ada Kesenian Gambang merupakan salah satu hasil kekayaan budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat keturunan Tiongkok di Kota Padang. Menariknya dibawakan oleh orang yang sudah berumur.

Kesenian ini terdiri atas instrumen Gambang sebagai instrumen utamanya digabungkan dengan beberapa instrumen tradisional dari daerah Tiongkok seperti Kecapi, Suling serta beberapa instrumen akustik lainnya seperti Gitar, Biola, Saxophone, String Bass, Trumpet dan Clarinet.

Bangunan Heritage Tiongkok Lainnya

Tidak jauh dari sana ada juga banguan tua lainnya yang memiliki nilai sejarah yang tinggi seperti Gedung Himpunan Keluarga Tan No.327 yang berdiri sejak tahun 1888, rumah tinggal Ang Sia No.268 yang dibangun pada tahun 1880. Kemudian terdapat Gedung Himpunan Tjinta Teman No.331 yang juga dibangun tahun 1880 serta rumah tinggal Nio Seng No.339.

Bangunan-bangunan yang dibuat pada abad ke-19 ini menjadikan kawasan jalan Kelenteng sebagai daerah heritage-nya warga Kota Padang dari keturunan Tiongkok.

Baca: Telusuri Kawasan Tiongkok di Kota Tua Padang Bersama Padang Heritage

Nongkrong Seru sambil Minum Kopmil


Jalan Kelenteng ini bukan hanya memiliki bangunan yang memiliki nilai sejarah doang, tapi menjadi salah satu pusat berkumpulnya para kaula muda di Kota Padang. Tak tanggung-tanggung bukan pelajar dan mahasiswa saja, bahkan ada juga generasi tuanya. Nongkrong di sini tidak lengkap rasanya bila tidak menyuruput minuman gaul asli Kota Padang yaitu Kopmil, singkatan dari campuran minuman Kopi dan Milo.

Awal mulanya Kopmil ini berupa warung kopi biasa, tapi berkat saran dari pengunjung agar berinovasi dengan milo maka lahirlah Kopmil. Posisi awalnya depan Rumah Duka HBT. Sebenarnya sudah eksis sejak tahun 2002. Namun, untuk Kopmil booming-nya sejak tahun 2011 lalu.

Kopmil yang terkenal di sini adalah Kopmil Om Ping, yang pemiliknya bernama Sufyanto alias Om Ping, dia yang meracik dan menggagas minuman ini. Sebenarnya Om Ping sendiri tidak memberi nama Kopmil melainkan Kopi Milo, namun para mahasiswa yang memberikan nama itu, mungkin karena mereka sering beli dan nongkrong di tempatnya. 


Kini hampir tiap kedai penjual minuman di Kota Padang tersedia menu kopmil. Bahkan sudah menyebar ke beberapa daerah di Sumatra Barat lainnya hingga kota-kota besar seperti Pekanbaru, Jakarta dan Bandung. Namun, tetap saja kopmil di Jalan Kelenteng ini selalu ramai diburu, terutama bila akhir pekan atau hari libur besar.

Coba saja datang ketika sore hari ke kawasan jalan Kelentengi ini, bila cuaca cerah dan hari libur pasti sudah ramai apalagi bila malam telah tiba. Kopmil ini lumrahnya disajikan dengan kantong plastik. Minuman tersebut dibungkus plastik putih diberi pipet (sedotan), kemudian diikat dengan karet dan dibungkus dengan kantong kresek (kalo Om Ping plastiknya dengan label miliknya sendiri).


Karena space-nya terbatas, maka kopmil yang dibungkus ini menjadi pilihannya. Siapa sangka, ternyata hal itu yang menjadi trennya saat ini. Sudah menjadi sebuah tradisi bagi saya, bila berkenalan dan janjian dengan teman baru selalu mengajak pergi nongkrong sambil minum kopmil. Saya mengenal kopmil sejak tahun 2012. Terkadang bila bosan dan tidak ada aktivitas yang berarti selalu kesini.

Kopmil mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat, terutama bagi kaula muda Kota Padang. Selain karena rasa dan hargannya yang terjangkau, tapi karena menjadi ajang pergaulan. Satu bungkusnya cuma Rp.10 ribu per Juli 2016.



Bagi saya kopmil dan kelenteng memiliki cerita tersendiri. Minum kopmil sembari duduk-duduk manja di depan Kelenteng See Hien Kiong atau di depan Rumah Duka Himpunan Bersatu Teguh (HBT). Biasanya itu lokasi favorit nongkrongnya.

Nongkrong di sini setidaknya, bisa menjadi terapi untuk refreshing. Sambil cuci mata, melihat lalu lalang kendaraan yang melewati Jalan Kelenteng hingga diskusi terbuka dengan topik yang cukup serius bersama anggota komunitas.

Tidak kopmil saja yang ada di Jalan Kelenteng ini, tersedia juga minuman lainnya dengan citarasa yang berbeda dan tetap enak juga kok, seperti ada cadburry, kopal (kopi ovaltine), cappuccino, koffemix, kopi, teh talua hingga berbagai jenis jus.

Bila lapar bisa juga mencicipi sate, mie rebus, nasi goreng, minas (mie nasi goreng) hingga ada juga lotek. Tenang harganya terjangkau juga kok. Eiits, sekarang ada juga loh kafe baru di kawasan Kelenteng ini, sengaja tidak sebutkan namanya. Hehe

Hunting Nuansa Tiongkok


Tembok Grafity di Kota Tua Padang (Koleksi Pribadi)
Memang tidak lengkap rasanya bila nongkrong di Jalan Kelenteng ini tidak mengabadikan momen saat berkumpul bersama teman sejawat atau barangkali bersama kekasihmu. Jalan Kelenteng menjadi salah satu rekomedasi jika ingin hunting, sebab nuansa negeri tirai bambu dan bangunan abad ke-19 ini bisa menjadi latar yang ciamik untuk berfoto.

Biasanya banyak yang memotret Kelenteng See Hien Kiong dan Gapura Rumah Duka HBT atau bila ingin sedikit berjalan akan bertemu sebuah gang yang penuh dengan karya grafiti dan mural di sisi bangunannya. Saya sebutnya Tembok Bergambar di Kota Tua Padang. Memang Kota Tua Padang itu bisa menjadi referensi tempat berfoto dan selalu memiliki cerita yang menarik untuk dijelajahi.

Ingin minum kopmil? ya harus dibungkus dan duduknya akan lebih seru, ya di kelenteng. Karena kopmil dan kelenteng tidak bisa dipisahkan. Meski kesannya nongkrong di pinggir jalan tetap saja kawasan kelenteng ini mampu menjadi daya tarik tersendiri untuk menjadi pilihan wisata kuliner gaul dan heritage di Kota Padang.

Artinya, jika pelesiran ke kota Padang tak afdol loh, kalo belum minum kopmil sambil nongkrong ala-ala anak geholnya Padang. Coba deh siapa tau pulangnya dapet gebetan baru. hehehe
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

1 comment:

  1. Wah ditahun 2016 semua penulisan lebih mudah didapatkan sumbernya...tahun 2005 hasil skripsi saya dengan objek klenteng see hion kiong, amat lah penuh perjuangan...dari 2003, 2004,2005,2006 minim info penuh tantangan...bersyukurnya saat ini malah lebih mudah mendapatkannya...

    ReplyDelete