Tuesday, June 7, 2022

Desa Terindah Pariangan Senandung Tanah Leluhur Minangkabau


Nagari Tuo Pariangan, nama memang sudah melegenda dan kesohor di jagat maya. Pariangan itu sendiri merupakan satu suku kata yang menarik untuk diulik. Historisnya yang menyangkut asal muasal suku Minangkabau menjadi point interest-nya. Dengan mengunjunginya akan menjumpai segudang daya tarik yang dapat menjadi destinasi wisata unggulan.

Nagari Tuo Pariangan telah bergerak terus untuk mengembangkan daerahnya sebagai desa wisata dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Saat ini pengelolaannya dimotori oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nagari Pariangan. Yuk follow Instagramnya @pokdarwis.pariangan. 

Keberadaan Desa Wisata Nagari Tuo Pariangan pun telah terdaftar di Jaringan Desa Wisata (Jadesta) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kerennya lagi masuk 50 besar ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) di tahun 2022. Bahkan telah dinobatkan menjadi Desa Pemajuan Kebudayaan tahun 2021 oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Menjadi tanda tanyanya, emang ke Pariangan itu mau ngapain aja? (Bener juga sih jawabku dalam hati). Tenang saja, tidak perlu dibikin pusing. Cus kita ke Pariangan!

Nagari Tuo Pariangan Asal Muasal Suku Minangkabau


Nagari Tuo Pariangan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau minibus. Sekitar 2 jam akan sampai jika berangkat dari Kota Padang. Dekat juga dari Kota Bukittinggi dan Kota Padang Panjang. Ya, akses jalannya sangat mudah dan berada di jalan lintas provinsi. Jika ragu pun bisa mengikuti aplikasi Google Maps. Insyaallah akurat dan tidak akan dibawa puta-puta paniang (berkeliling/nyasar).

Nagari Tuo Pariangan merupakan desa adat yang terletak di lereng gunung Marapi. Pariangan ini mempunyai landskap yang didominasi oleh area persawahan dengan suasana alam yang sejuk, bisa membuat mata segar dan adem. Nagari Tuo Pariangan ini masuk ke dalam Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat.


Bicara Minangkabau, Nagari Tuo Pariangan punya cerita. Nagari Tuo Pariangan ini mempunyai keistimewaan tersendiri bagi masyarakat Minangkabau. Bahkan, dari Pariangan ini pulalah, lahirnya sistem pemerintahan khas masyarakat di Minangkabau yang disebut dengan nama Nagari.

Sesuai namanya, Pariangan ini disebut sebagai nagari tua karena dalam tambo Minangkabau diceritakan Nagari Tuo Pariangan adalah desa pertama asal suku Minangkabau yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai tampuak tungkai alam minangkabau.

Pariangan dipercaya masyarakat sebagai tempat pertama munculnya kehidupan di alam Minangkabau yang sudah ada ratusan tahun silam. Pariangan sebagai tanah leluhur Minangkabau yang berasal dari Gunung Marapi. Mulanya, puncak Gunung Marapi berupa sebuah daratan dengan sekelilingnya terdapat daerah perairan. Singkat ceritanya, ketika air mulai surut, masyarakat membangun perkampungan sekitaran wilayah tersebut.

Berbagai bukti peninggalan bersejarah terbentuknya pemukiman suku Minangkabau tersebut masih terjaga dengan epik dan menjadi destinasi wisata utamanya. Inilah keunikan desa adat Pariangan itu.


Memasuki gerbang utama, sudah disuguhkan suasana pedesaan apik dengan sederet rumah gadang dan hamparan sawah yang luas ditambah dengan hiruk pikuk masyarakat agraris yang menarik untuk diabadikan. Masih terjaganya rumah tradisonal Minangkabau ini menjadi daya tarik tersendiri bagi peminat warisan budaya. 

Pengunjung bisa berjalan menyusuri pemukiman masyarakat dengan rumah gadang yang jaraknya tidak berjauhan dan masih orisinil. Kawasan yang masih banyak rumah gadangnya ini bisa dijumpai di Jorong Pariangan. Spot yang paling sering diabadikan di Rumah Gadang Datuak Panduko, Rumah Gadang Angku Bandaharo Kayo, Rumah Gadang Inyiak, dan Rumah Gadang Datuak Rangkayo Sati.

Mengabadikan gambar dengan latar rumah gadang menjadi momen yang paling sering dicari, terlebih bisa explore lebih jauh masuk ke dalam rumah gadang atau menginap di rumah gadang. Nuansa saisuak sering dicari karena memberikan pengalaman yang tak terlupakan.

Desa Terindah di Dunia Versi Budget Travel


Nagari Tuo Pariangan sempat menjadi perbincangan warganet di dunia maya. Sebabnya Pariangan memperoleh predikat desa terindah di dunia. Alasannya kenapa yah? Jadi begini ceritanya, Nagari Tuo Pariangan itu terpilih sebagai salah satu dari World's 16 Most Picturesque Villages versi media Travel Budget.

Media ini merilis artikel yang dituliskan di laman websitenya pada 23 Februari 2012. Media asal Amerika Serikati ni cukup berpengaruh pada bidang pariwisata loh. Memang banyak kriteria dalam penentuan pilihannya, poin pentingnya terletak dari keasrian dan warisan leluhur yang masih lestari.


Di dalam artikel itu disebutkan the active Mount Marapi volcano looms over this spot in Indonesia's Western Sumatra province, a protected national monument. Pariangan is said to be the oldest—and most culturally significant—village of the Minangkabau people and has numerous well-preserved examples of traditional Minangkabau pointed-roof architecture, including a 300-year-old house with woven rattan walls and wood carvings and a 19th-century mosque with still-operating communal hot springs. 

Getting There: Pariangan is about nine miles by car from Batusangkar, the capital of the Tanah Datar regency in western Sumatra. The closest airport is in Padang, linked by air to major cities like Jakarta and Kuala Lumpur.

Intinya, Nagari Tuo Pariangan ini merupakan perkampungan tertua yang memiliki peran sangat penting di Minangkabau. Nagari Tuo Pariangan dianugerahi bentang alam yang mempesona dengan kearifan lokal yang masih terjaga dan dapat dinikmati hingga saat ini.

Panorama Masjid Ishlah yang melegenda dengan Sejuta Pesona


Masjid Ishlah atau Masjid Tuo Paringan menjadi destinasi yang wajib sekali dikunjungi oleh para wisatawan. Masjid yang terletak di Jorong Pariangan ini menjadi saksi keberagaman dan memiliki keunikan tersendiri di Nagari Tuo Pariangan. Masjid Ishlah menjadi masjid pertama sekaligus menjadi pusat peradaban penyaebaran agama Islam di Minangkabau.

Desain masjidnya ini dibangun mengadopsi gaya arsitektur Dongson ala dataran tinggi Tibet dan masih erat kaitannya Syekh Burhanuddin, seorang ulama terkemuka di Minangkabau. Masjid Ishlah diperkirakan dibangun pada abad ke-11. Masjid Ishlah masih eksis sebagai tempat ibadah dan aktivitas keagamaan. Sayangnya belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Kawasan Masjid Ishlah ini seolah menjadi paket wisata lengkap saat berkunjung ke Nagari Tuo Pariangan. Biasanya turis Malaysia dan Eropa rajin berwisata ke kawasan Masjid Ishlah ini. Panorama Masjid Ishlah ini menjadi spot yang selalu diburu oleh pelancong, bahkan sudah didokumentasikan sejak akhir abad ke-19 oleh fotografer pemerintah Hindia Belanda.

Pelancong bisa melihat lebih dekat bukti peninggalan kebudayaan Minangkabau seperti Batu Lantak Tigo, Surau Tuo dan prasati Pariangan, tradisi perayaan hari besar agama Islam, berswafoto dengan panorama masjid dan surau, mencoba bersuci di pincuran air panas atau mencoba berendam di pemandian air panas Rangek Rajo. Seru loh!

Ziarah ke Makam Datuk Tantajo Garhano


Dari Masjid Ishlah dapat singgah berziarah ke Makam Panjang Datuk Tantajo Garhano yang lokasinya masih di Jorong Pariangan. Makam ini sangat sakral dan sosoknya dipercayai masyarakat Minangkabau sebagai arsitek pertama dari rumah gadang. Makam ini telah ditetapkan sebagai objek cagar budaya dan menjadi destinasi wisata yang tidak boleh dilewatkan.

Sesuai namanya, kuburan ini memiliki ukuran yang tidak biasa dari makam pada umumnya. Datuk Tantajo Garhano dipercayai memiliki tubuh yang tinggi sehingga makamnya pun berukuran panjang. Bahkan ada mitos uniknya makamnya tidak dapat diukur karena setiap dilakukan pengukuran hasilnya selalu berbeda-beda.

Makam Panjang Datuk Tantajo Garhano ini ditata sangat rapi dengan menggunakan bebatuan dan ditumbuhi oleh pohon kamboja yang usiannya juga sudah ratusan tahun. Sekitaran makam terdapat halaman rumput yang luas dan menjadi tempat untuk bermufakat oleh para tetua adat Nagari Tuo Pariangan. Makam ini menjadi bagian dari narasi sejarah Nagari Pariangan tersendiri.

Nikmatnya Kopi Kawa Daun with view Sawah

Bergerak ke daerah yang lebih tinggi, sejauh mata memandang akan berjumpa dengan hamparan sawah yang luas dengan pesona teraserinya yang memukau. Ini menjadi anugerah yang diberikan oleh tuhan kepada Nagari Tuo Pariangan membuat desa ini begitu indahnya. Hamparan sawah ini tepatnya berada di Jorong Guguak.

Masyarakat meyakini, Nagari Tuo Pariangan ini menjadi desa pertanian pertama di Ranah Minang. Sawah Gadang Satampang Baniah merupakan area sawah pertama yang dibuka oleh Datuk Tantajo Garhano. Lokasinya pun masih dijumpai hingga saat ini. Setiap petak sawahnya itu sangat berarti dan sektor pertanian ini menjadi denyut perekonomian masyarakat Nagari Tuo Pariangan.

Nagari Tuo Pariangan memiliki satu kawasan yang menyajikan minuman Kopi Kawa Daun atau Kawa Daun. Terdapat sejumlah kedai yang menenawarkan menu minuman khas Minangkabau ini. Spot ini menjadi destinasi wajib yang harus dikunjungi. Tidak lengkap jika ke Pariangan belum ngopi Kawa Daun.

Uniknya minuman Kawa Daun ini bukan terbuat dari biji kopi asli melainkan dari seduhan daun kopi yang diracik sedemikian rupa. Kawa Daun ini disajikan dengan tempat yang terbuat dari batok tempurung kelapa. Kawa Daun dari Nagari Tuo Pariangan ini pun ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional sejak 7 Desember 2021.

Istimewanya, setiap kedai ini dilengkapi dengan pemandangan bentang alam yang indah. Perpaduan  lembah, terasering hamparan sawah dan perbukitan dapat dinikmati sembari menyeruput Kawa Daun. Tidak lengkap juga ditemani oleh cemilan berupa pisang goreng yang masih hangat. Pokoknya ajib banget, minum kopi with view.

Tidak hanya pemandangan sawah, Nagari Tuo Pariangan terdapat Air Terjun Batang Bangkaweh yang dapat dicoba untuk dijelajahi. Selama pejalanan akan melewati pemukiman warga, sawah dan ladang serta aliran sungai Batang Bangkaweh yang dapat ditempuh sekitar 30 menit.

Serunya Menyaksikan Pacu Jawi

Nagari Tuo Pariangan banyak memiliki warisan budaya dan masih eksis sampai saat ini. Pacu Jawi salah satunya yang menjadi atraksi yang menarik untuk disaksikan dan mengundang minat para wisatawan terutama dari turis asing. Atraksi ini berasal dari Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat yang diselenggarakan salah satunya di Nagari Tuo Pariangan. 

Sebenarnya, Pacu Jawi merupakan permainan Alek Anak Nagari yang memiliki keunikan dan sarat akan nilai budaya. Permainan ini bukan untuk mencari pemenang dan dipertandingkan, tapi sebagai bentuk syukur dan kegembiraan usai pelaksanaan panen padi yang sudah menjadi tradisi turun temurun.

Seiring berkembangnya zaman, atraksi Pacu Jawi menjadi olahraga dan atraksi wisata yang ditunggu oleh para wisatawan. Kini, Pacu Jawi telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional sejak 9 Oktober 2020.

So, bila bertandang ke Pariangan wajib agendakan untuk menyaksikan atraksi Pacu Jawi.

 Mencicipik Dakak-Dakak dan Bungo Durian Cemilan khas Luhak Nan Tuo

Tidak lengkap rasanya bilang pulang dari Nagari Tuo Pariangan tidak membawa buah tangan. Ada dakak-dakak  dan bungo durian yang bisa menjadi pilihannya. Kuliner ini berasal dari olahan berbahan dasar tepung beras yang dicampur dengan beranekaragam rempah sehingga menciptakan citarasa yang gurih dan renyah. 

Dakak-dakak dan bungo durian ini merupakan salah satu keberagaman kuliner khas Minangkabau yang berjenis cemilan tradisional. Dakak-dakak dan bungo durian masih dibuat secara tradisional dan dimasak menggunakan tungku api. Dakak-dakak berbentuk seperti mi yang dibentuk bola dan bungo durian berbentuk seperi bunga.

Dakak-dakak dan bungo durian berwarna putih kekuningan. Tidak sulit untuk menjumpai masyarakat yang membuat makanan tradisional ini. Dakak-dakak ini berada di Jorong Pariangan. Para pelancong bisa melihat secara live proses pembuatannya dan membelinya langsung dari dapurnya. Asik banget kan?

Melihat Batik Kopi Pariangan

Nagari Tuo Pariangan juga mempunyai hasil kreasi fesyen berupa batik di bawah asuhan Rumah UKM Batik Nagari Pariangan. Batik ini mengangkat motif khas yang berasal dari iluminasi atau hiasan yang terdapat pada manuskrip kuno Minangkabau yang ditemukan di Nagari Tuo Pariangan, terutama yang tersimpan di surau Tarekat Syatariyah Pariangan. 

Motif ini juga dikombinasikan dengan berbagai corak khas Minangkabau lainnya seperti motif ukiran rumah gadang, bentuk rumah gadang, rangkiang dan lainya. Motif batik ini pun sarat akan makna dan mengandung nilai filosofi kehidupan masyarakat Minangkabau. 

Dalam proses pembuatnnya pun menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan dengan menggunkan perwarna dari ampas kopi yang menjadi ciri khasnya. Para traveller yang ingin mengetahui lebih dalam atau bisa juga ikut terllibat dalam proses pembuatannya. Ini bisa jadi wahana edukasinya yang memorable apalagi kalau ada kelas membatiknya. 

Pokoknya, jika ingin tambah koleksi batik, bisa juga membawa pulang Batik Tuo Pariangan ini. Soal harga, sangat kompetitif deh.

***

So, sudah terjawab kan kenapa harus datang ke Pariangan? Nah, ini adalah sejumlah iteneri yang dapat menjadi pilihan untuk one day trip ke Pariangan. Nagari Tuo Pariangan terdapat wisata alam, budaya, kuliner, dan religi yang bisa dijelajahi. Sebenarnya ada banyak objek dan atraksi lainnya yang bisa dinikmati, tapi pada momen-momen tertentu. 

Tidak perlu khawatir jika ingin bermalam, bisa mencoba mengginap di sejumlah homestay yang telah tersedia di Nagari Tuo Pariangan. Ada yang rumah biasa dan rumah gadang. Cuman karena belum coba, nanti deh akan diceritakan vibes-nya menjadi masyarakat Pariangan dalam waktu singkat. Semoga ada yang mau ngajak nginep di homestay-nya hihihi

And than, kapan kita jalan-jalan ke Pariangan?

————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

2 comments:

  1. Next time memang harus punya waktu khusus ke sini. Dengan keluarga tentu lebih asyik.
    Makasih Ubay, nice info 👍

    ReplyDelete
  2. I'm proud of you

    ReplyDelete