Siti Nurbaya atau Sitti Nurbaya bagi masyarakat Minangkabau terutama di Kota Padang memang bukan hal yang asing. Tokoh yang melegenda ini sarat akan nilai budaya dan historis. Nama Siti Nurbaya berasal dari cerita sebuah novel karya Marah Rusli dengan judul Sitti Nurbaya, Kasih Tak Sampai yang diterbitkan pertama kali tahun 1922 oleh Balai Pustaka.
Sitti Nurbaya dengan Segala Kisahnya
Dalam tulisan John Nedy diceritakan kisah Sitti Nurbaya bersetting kehidupan masyarakat Minangkabau yang sangat taat dalam menjalankan adat kawin paksa dan hidup dengan gaya matrilineal. Siti adalah seorang perempuan belia yang terpaksa menikah dengan Datuk Maringgih. Tidak seperti perempuan lain pada jaman itu, Sitti sebenarnya tidak dijodohkan oleh keluarganya.
Namun Sitti terpaksa menikahi Datuk Maringgih untuk menyelamatkan ayahnya dari ancaman penjara, karena ayahnya tidak bisa membayar hutangnya kepada sang Datuk. Kisah cintanya dengan Syamsul Bahri, sang pujaan hati, harus berakhir di ujung kematian. Hingga akhir hayatnya, Sitti Nurbaya diceritakan memendam kasiah tak sampai (kasih tidak sampai).
Menariknya, kisah Sitti Nurbaya ini juga pernah diangkat ke layar lebar dalam film pada tahun 1941 di Surabaya, kemudian berbentuk sinetron yang ditayangkan secara berseri oleh TVRI Stasiun Pusat Jakarta 1991 dan dibuat ulang pada tahun 2004.
Di era tahun 1990-an dalam pelajaran dan soal-soal bahasa Indonesia sinopsi dari novel legendaris ini terus diceritakan pada pelajar baik ditingkat SD hingga SMA dipelosok nusantara. Bahkan dari kisah tersebut jugalah menginspirasi penamaan jembatan di Kota Padang.
Baca: Jelajahi Kota Tua Padang
Baca: Jelajahi Kota Tua Padang
Sitti Nurbaya Menjadi Nama Jembatan
Jembatan Siti Nurbaya namanya. Menghubungkan antara pusat kota Padang dengan daerah Seberang Padang yang berlokasi di kawasan Bukit Gado Gado atau dikenal juga dengan Bukit Sentiong yang dipisahkan oleh aliran Sungai Batang Arau yang bermuara ke Samudra Indonesia.
Memang tidak banyak menceritakan tentang Jembatan Siti Nurbaya, jika bukan pesona panorama alam dan jajanan khas saat malam hari yang menjadi daya tariknya. Padahal jembatan ini memiliki nilai historis yang perlu juga diketahui.
Jembatan Siti Nurbaya yang kokoh berdiri ini, sekarang menjadi salah satu ikon pariwisata Kota Padang yang membentang sepanjang 156 meter dan dengan lebar jembatan 8 meter ini dibangun sejak tahun 1995. Jembatan ini dilengkapi juga dengan trotoar selebar satu setengah meter di kiri kanan jalurnya.
Jembatan ini juga dihiasi oleh puluhan lampu-lampu taman yang berwarna perpaduan hitam keemasan yang disusun sedemikian rupa menyerupai bentuk gonjong yang menjadi identitas aristektur Minangkabau. Bila dilihat dari kejauhan akan tampak jelas bentuk gonjongnya.
Seperti dalam kisah cinta Sitti Nurbaya, proses pembuatan jembatan ini sempat tersendat selama beberapa tahun akibat krissi moneter yang malanda Indonesia pada tahun 1998 lalu. Dalam kurun waktu sekitar 7 tahun dan telah menghabiskan biaya sebanyak Rp.19,8 miliar, akhirnya kedua ujung Jembatan Siti Nurbaya ini dapat saling bertemu dan digunakan sebagai sarana penghubung transportasi bagi masyarakat.
Dulu sebelum ada jembatan ini, masyarakat menggunakan sampan sebagai alat traspotasi untuk menyebrang dari dan menuju pusat kota. Setelah dibangunnya jembatan ini, segalanya jauh lebih mudah. Dengan tujuan untuk meningkatkan sarana dan prasarana transportasi regional yang melalui Kota Padang ke arah Teluk Bayur serta pembangunan Kawasan Wisata Gunung Padang.
Menariknya kala itu seperti yang ditulis John Nedy, Jembatan Siti Nurbaya dirancang dengan konstruksi modern menggunakan sistem Beton Pratekan Tipe Gelagar Box. Tidak ada kekuan dalam gaya bangunannya, karena dikerjakan dengan sistem sabk geser atau yang biasa dikenal dengan paraweb. Jembatan Siti Nurbaya ini merupakan jembatan ke sembilan di Indonesia yang dibangun dengan sistem perancah dan Free Cantilever System. konstruksi itu biasanya hanya dipakai di negara-negara tetangga yang lebih maju, seperti Singapura dan Malaysia.
Pada pertengahan tahun 2002, Jembatan Siti Nurbanya diresmikan saat itu peristiwanya bersamaan dengan hari jadi Kota Padang ke-333 tahun, perayaan 100 tahun kelahiran Bung Hatta dan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke-57.dan ditandai dengan kehadiran pemain sinetron Siti Nurbaya yaitu HIM Damsyik, Novia Sanganingrum Kolopaking, dan Gusti Randa.
Baca: Objek Wisata Kota Padang
Baca: Objek Wisata Kota Padang
Jembatan Siti Nurbaya Menjadi Ikon dan Tempat Favorit Wisatawan
Jembatan Siti Nurbaya merupakan kekuatan sebuah legenda, roman dan sinetron Siti Nurbaya yang berbaur bergabung menjadi satu dan namanya dipatrikan menjadi sebuah jembatan.
Reno Ginto, orang pertama yang memimpin proyek Jembatan Siti Nurbaya mengungkapkan, Siti Nurbaya adalah sebuah legenda besar yang hingga kini masih dikenang. Ada kandungan budaya dan sastra di dalamnya. Dengan jembatan ini, kita ingin memadukan antara budaya, sastra dan pembangunan. Jembatan ini menjadi cermin cerita tentang budaya dan cerita investasi pembangunan.
Nah, itu sepenggal kisah Jembatan Siti Nurbaya namun jembatan legenda ini kini menjadi salah satu tempat nongkrong favorit bagi bagi kaula muda Kota Padang. Ada juga kata kerennya untuk jembatan ini yaitu SBY –Siti nurBaYa.
Baca: Jembatan Siti Nurbaya dan Melihat Keindahannya dari Segala Waktu
Baca: Jembatan Siti Nurbaya dan Melihat Keindahannya dari Segala Waktu
Berburu Panorama Sunrise dan Sunset dari Jembatan Siti Nurbaya
Pemandangan alam kala pagi hari dari Jembatan Siti Nurbaya |
Jembatan Siti Nurbaya memiliki keistimewaan tersendiri, sebab dari sini kita dapat menikmati panorama alam yang menakjubkan. Bila datang saat pagi hari kita dapat menyaksikan panorama matahari terbit yang berlatarkan barisana bukit Gado-Gado, Bukit Barisan, Pabrik Semen Padang dan suasana kapal-kapan nelayan yang bersandar dan usai melaut yang berada di aliran sungai Batang Arau.
Jika sore hari maka suasana senja yang cantik akan menyapa begitu syahdunya. Lain halnya, ketika malam tiba. Kelap kelip lampu rumah penduduk di sekitar bukit gado-gado dan kawasan kota tua padang menjadi pemandangan yang cantik. Tak hanya itu cahaya tersebut membias pada aliran sungai Batang Arau membuat suasana malam semakin keren diatas jembatan ini.
Jembatan Siti Nurbaya Tempat Kongkow Sambil Cicip Kuliner
Jagung bakar jajanan khas Jembatan Siti Nurbaya |
Selain panorama alam, Jembatan Siti Nurbaya juga memiliki kuliner khas yang patut dicoba. Sedari sore hingga tengah malam di atas jembatan ini akan ramai dijumpai penjual jagung dan pisang bakar yang memadati tepian jembatan. Jajanan tersebut menjadi kuliner khas jembatan Siti Nurbaya yang wajib dicicipi bersama es kelapa muda atau teh botol. Cita rasa kuah jagung bakar yang gurih menjadi keunikan tersendiri dengan harga Rp. 5 ribu per porsinya (2015).
Jembatan Siti Nurbaya juga sebagai penghubung untuk menuju objek wisata Gunung Padang yang menjadi tempat memadu kasihnya Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri hingga pusaranya.
Dalam penggalan terakhir dari bait-bait puisi berjudul Siti Nurbaya karya budayawan Emha Ainun Najib dituliskan, Jembatan Siti Nurbaya, jembatan doa. Titian kasih sayang, bagi siapa saja yang merindukan. Nikmatnya persaudaraan dan adilnya kesejahteraan.
Mengutip tulisan Evi Indrawanto, tanpa Siti Nurbaya, jembatan ini akan tetap dibangun pemerintah. Namun tanpa nama Siti Nurbaya jembatan ini tidak akan seikonis sekarang yang menyebut namanya orang langsung mengingat Kota Padang.
***
Jembatan Siti Nurbaya seakan menjadi cerita fiksi yang menjadi legenda, bahkan kehadirannya seakan begitu nyata dan membuat rindu untuk kembali ke tempat ini. Meskipun semua itu hanyalah sebuah roman percintaan kasih yang tak sampai dari dua hati yang terpisahkan. Itulah Jembatan Siti Nurbaya dengan segala pesonannya.
Peta Lokasi Jembatan Siti Nurbaya:
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment