Friday, September 10, 2021

Komunitas Estafet Pelestarian Warisan Dunia Tambang Ombilin Sawahlunto


Pacsa ditetapkannya Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto atau Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto sebagai warisan budaya dunia menjadi suatu kebanggaan dan tantangan tersediri. Keberlanjutannya menjadi hal yang selalu disoroti dalam berbagai kesempatan, entah itu implementasinya atau program pelestariaannya.

Sawahlunto bagi saya memiliki romansanya tersendiri, pertama kali menginjakan kaki di kota batubara ini ketika saya ikut pelatihan jurnalisitk tingkat nasional. Dalam kegiatan itu ada city tour-nya pergi melihat kota tua dan museum kereta api. Kira-kira tahun 2012 lalu. Sawahlunto sendiri memberikan kesan yang menyenangkan.

Sawahlunto tumbuh menjadi kota tambang yang berkembangan dengan pesat pada akhir abad ke-19. Sawahlunto lahir dari dampak berkembangannya revolusi industri di Nusantara menciptakan wajah kota yang sangat epik dengan keberagaman masyarakat, budaya, arsitektur, dan teknologinya.


Tempo itu, saya pun baru mengunjungi Sawahlunto lagi. Kali ini tidak untuk berkeliling, ada kegiatan untuk berbagi pengalaman dengan komunitas yang ada di kota ini. Keterlibatan masyarakat, dalam hal ini komunitas dalam menjaga dan melestarikan warisan dunia ini sangat penting.

Bila membaca Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010, ada pasal yang pointnya menyebutkan setiap orang dapat berperan serta melakukan pelindungan cagar budaya. Setiap orang dapat melakukan pengembangan cagar budaya dengan izin pemerintah/pemda dan pemilik/yang menguasai. Setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata dengan izin Pemerintah/Pemda.

Artinya, keberlangsungan pelestarian cagar budaya atau warisan dunia ini tidak sepenuhnya juga ada di tangan pemerintah. Mengapa? Masyarakat atau komunitas sendiri jauh lebih dekat dengan objek-objek warisan dunia. Bahkan lebih tahu dan paham kondisi yang ada di lapangannya. Namun, ada persoalan tersendiri terkait hal ini. Point pentingnya adalah kepedulian dan rasa memiliki.


Ada pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan pasca penetapan warisan dunia ini, setidaknya ada 17 point rekomendasi The International Council on Monuments and Sites (ICOMOS), salah satunya ada di nomor 12 yakni peningkatan kompetensi SDM dan stakeholder untuk konservasi, pengelolaan dan presentasi properti.

Mengutip presentasi dari Prof Erwiza Erman saat kegiatan Webinar Refleksi Setahun World Heritage di  Sumatera Barat Tahun 2020 lalu, ia memaparkan ada 17 rekomendasi ICOMOS ini harus tuntas pada Desember 2021 ini, pada prinsipnya pengelolaan warisan dunia ini harus bersifat keberlangungan ada people, planet dan profit. Maksudnya warisan dunia ini dapat terus terjaga, masyarakat dapat hidup berdampingan dan layak serta dapat memberikan manfaat yang adil.


Dalam kegiatan Sosialisasi Pengelolaan Bangunan Cagar Budaya Di Area A Situs Warisan Dunia Unesco Ombilin Coal Mining Heritage Of Sawahlunto yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman di Museum Goedang Roensom ini, saya menyampaikan pengalaman dan konsep terkait pengelolaan dan peran komunitas dalam menjaga cagar budaya sebagai upaya pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat.

Konsep yang saya bagikan diberi nama GED yaitu Guide, Event, Digital. Masyarakat atau komunitas menjadi subjek utamanya dan menjadi bagian dari Pentahelix yang tidak bisa dipisahkan. Terkait dengan pelestarian, pelindungan dan pemanfaatan cagar budaya ini pun harus mengacu pada undang-undang terkait seperti UU Cagar Budaya, Pemajuang Kebudayaan, Lingkungan, Konservasi, Sapta Pesona dan CHSE, 17 Subsektor Ekonomi Kreatif dan Visi Misi kota itu sendiri.

Untuk Guide sendiri, penterjemahaannya masyarakat menjadi corong utama dalam menyampaikan apapun dan hal-hal lainnya terkait dengan cagar budaya yang ada disekitarnya. Tentunya masyarakat ini harus dibekali kemampunan berkomunikasi yang atrkatif, penyampaian narasi yang mudah diterima oleh segala kalangan dan paham objek menariknya apa saja.


Selanjutnya Event, masyarakat atau komunitas dapat berperan aktif dalam membuat berbagai kegiatan baik itu diselenggarkan secara daring atau luring. Kegiatan ini sebagai upaya untuk menyebarluaskan informasi terkait cagar budaya agar semuanya dapat memberikan dukungan untuk pelestarian cagar budaya. 

Terakhir Digital, maksudnya ini upaya masyarakat atau komunitas agar dapat beradaptasi terhadap perkembangan zaman yang mulai semakin digital. Pemanfaatan media menjadi point pentingnya baik itu website dan media sosial.

Konsep ini saya adopsi dari segala kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Komunitas Padang Heritage. Komunitas ini setidaknya telah memberi warna dalam upaya menyebar luaskan informasi dan pelestarian cagar budaya melalui caranya tersendiri. Sebagai informasi, Komunitas Padang Heritage ini sudah lahir sejak 22 Maret 2016.


Kegiatan Padang Heritage Mini bersama SMPIT Alam Golden School Kota Solok pada 15 Maret 2021

Komunitas Padang Heritage memiliki 5 program yang pada dasarnya dapat diikuti oleh semua kalangan, seperti Padang Heritage Walk, Padang Heritage Walk Mini, Padang Heritage Explore, Padang Heritage Go to School, Padang Heritage Sharing. Untuk detailnya dapat singgah ke tulisan ini 

Dalam perjalanannya, masuk sesi diskusi. Ada hal yang mendasar dalam menggerakan roda organisasi yaitu komitmen dan kebersamaan. Terkadang finansial menjadi problema tersendiri dalam menjalankannya. Tidak dipungkiri, tidak ada dana tidak jalan kegiatannya. Namun, namanya komunitas base-nya memang harus dilaksanakan secara gotong royong.

Ada pertanyaaan, mengapa Komunitas Padang Heritage bisa eksis hingga sampai sekarang? Untuk menjalankan organisasisna Komunitas Padang Heritage dapat dana dari mana? Sekiranya ini dua pertanyanan ini cukup menyita perhatian.

Kegiatan Padang Heritage Mini bersama SMPIT Alam Golden School Kota Solok pada 15 Maret 2021
Kegiatan Padang Heritage Explore: Penelusuran jejak jalur kereta api pertama di Ranah Minang

Bisa eksis hingga saat ini, tentunya harus kembali lagi meninjau ke visi misi organisasi. Pasang surut organisasi dan bongkar pasang anggota menjadi dinamika dalam tumbuhnya suatu organisasi. Perihal pendanaan, hingga saat ini masih bersumber dari anggota dan hasil kolaborisi bersama berbagai pihak, terlebih dalam menjalankan program Padang Heritage itu sendiri.

Cita-cita organisasi tentunya ada banyak, tapi harus realistis melihat keadaan dan situasi. Misalnya saja, kondisi Pandemi COVID-19 ini, aktivitas tatap muka agak terbatas, kegiatan virtual menjadi solusinya. Namun demikian, sejak Pandemi COVID-19 mencuat, Komunitas Padang Heritage belum memulai kembali untuk program Padang Heritage Walk, tapi program Padang Heritage Walk Mini, Padang Heritage Explore, dan Padang Heritage Sharing masih jalan.

Kru Padang Herittage selfie bersama dengan latanr Kota Tua Padang
Jika berkaca di Kota Sawahlunto, agaknya mari ktia saling berkolabosi dalam berbagai hal, terlebih komunitas yang ada cukup beragam. Jika disatukan akan menjadi kekuatan yang luar biasa, bak rantai yang kuat. Satu kesatuan yang terjalin dari semangat kebersamaan dan kolaborasi dalam memajukan kota.

Balik kembali ke Warisan Dunia Tambang Ombilin Sawahlunto. Melihat kondisi sekarang, warisan dunia ini tidak bisa dilepaskan peran masyarakat dan komunitas sebagai garis depan dalam upaya pelestariannya sekaligus sebagai local heroes-nya. Bahkan era digital ini justru lebih mudah untuk menduniakan warisan dunia tambang Ombilin ini. Pasti bisa!

Pemanfaatan warisan dunia ini menjadi point penting juga sehingga dapat memberikan dampak bagi masyarakat ini tersendiri dan turut memberi warna untuk keberlanjutannya. Banyak hal yang harus dibincangkan, saling berbagi, dan kolaborasi.

Kiranya, hal ini dapat menjadi jalannya untuk estafet pelestarian Warisan Dunia Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang tidak bisa dikelola oleh satu tangan saja. Tidak hanya bagi Sawahlunto saja, ada 6 kabupaten/kota di Sumatra Barat, serta pemangku kepentingan lainnya, termasuk didalamnya ada komunitas.

Sawahlunto memiliki tempat tersendiri bagi dunia, termasuk saya sendiri. Kalau bukan dari kita yang memulainya, lantas siapa lagi yang akan menjaganya?
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

23 comments:

  1. Keren nih konsep GEDnya. Baru pernah denger konsep Guide, Event, Digital. Semoga semuanya lancar2 ya kak, saling mendukung dan berkomitmen kuat. Setuju banget sih, kl bukan diri kita yang menjaga kelestariannya mau siapa lagi? Rasanya ikutan kecipratan semangat pelestariannya nih

    ReplyDelete
  2. Iya loh Sejarah sejarah itu yang akan membuat kita Belajar dan sebagai Bukti adanya peristiwa peristiwa di masa lalu, kudu dijaga banget emang 🤗

    ReplyDelete
  3. Komunitas Padang Hertage ini mengingatkan saya dengan komunitas pecinta sejarah di kota saya. Beberapa kali ikut kegiatan seminar mereka dan menuliskan di blog. Waktu itu sebelum pandemi. Memang peran komunitas besar terhadap pelestarian sejarah dan budaya.

    ReplyDelete
  4. Ya meskipun berstatus warisan budaya dunia, ada penanggung jawab pemerintah, tapi peran serta masyarakat setempat justru lebih besar secara keseharian masyarakat yang yang lebih dekat dan tahu..

    ReplyDelete
  5. bikin ngiri nih, Maas Ubay udah berkali-kali ke Sawahlunto

    saya pingin ke sini sekaliiii aja :D

    karena itu harus ada komunitas ya? Agar warisan budaya dunia gak sekadar nama

    ReplyDelete
  6. Konsep Guide Event nya ciamiik banget Kak.
    Duh, daku juga pengin niiih cuss ke Sawahlunto
    moga2 bisa meet up dg Mas Ubay yaaaa

    ReplyDelete
  7. Duh pengen banget aku berkunjung dan berwisata ke Sawahlunto..pasti bagus banget ya kak view dan crita sejarahnya..

    ReplyDelete
  8. Kalo di Padang ada komunitas keren begitu untuk ikut andil menjaga warisan budaya kayaknya di Medan belum ada nih jmjsk. Pengen juga nih ada komunitas sejenis di sini. Soalnya Medan juga banyak cagar budaya kak.

    ReplyDelete
  9. Ketika orang tua saya masih berdinas di daerah muara bungo jambi, kami sering jalan-jalan di bukittinggi.
    pasti de ngelewati daerah sawahlunto.
    Dan singgah di salah satu rumah makan padang langganan dan favorit kami untuk bersantap.
    Saya tidak tau ternyata sawahlunto punya tempat wisata yang bisa dikunjungi.

    ReplyDelete
  10. Semoga suatu saat nanti aku bisa punya kesempatan dan waktu untuk mampir ke sawahlunto yang indah itu ya kak

    ReplyDelete
  11. saya tau Sawahlunto ini ketika ada materi branding Wonderful Indonesia. di sana kan ada salah satu festival yang masuk kalender of eventnya kemenpar.. Pingen ke sana suatu hari nanti

    ReplyDelete
  12. Daerah-daerah wisata di Sumatra Barat, seperti Sawah Lunto ini dituntut mampu menjangkau cara-cara baru berinovasi sesuai dengan paradigma saat ini, yaitu people, profit, planet. Apalagi kalo statusnya warisan dunia ya. Setiap aspek dipikirkan.

    ReplyDelete
  13. Setuju sama yang dikatakan Prof. Erwiza, People, Planet, dan Profit.. Semuanya mesti seiring sejalan ya, kl salah satu aja ada yang gak seimbang maka pengaruhnya bakal besar sekali ya ke kita juga. Cantiknya latar kota tua Padang tu yo...amboiii

    ReplyDelete
  14. Keren bangettt konsep guide event nya.
    Sumatera Barat memang terkenal sekali punya banyak area wisata yang bagus-bagus. Salah satunya adalah Sawahlunto. Ikut bangga dengan munculnya komunitas seperti ini.

    ReplyDelete
  15. seru ya acaranya, suka nih sama konsep EGDnya. Komunitas memang secara langsung punya banyak peran di masyarakat ya, salut deh sama kegiatan seperti ini, sukses selalu!

    ReplyDelete
  16. Bener banget kak, kalau bukan kita yang memulai untuk melestarikan warisan budaya siapa lagi? Sedih kalau sampai ada warisan budaya tergerus oleh zaman dan teknologi karena generasi mudanya ngga benar2 mau merawatnya dengan baik. Padahal itu yang jadi daya tarik kita

    ReplyDelete
  17. di jambi byk cagar budaya yg benar2 habis dimakan usia. kadang komunitas mau gerak justru dipersulit birokrasi, blm lg masyarakat sekitar yg jg tdk mendukung. pemerintah sering abai, cuma modal plang doang trus udah

    ReplyDelete
  18. Keren nih kegiatan komunitas dengan Guide Event dan Digital nya. SAya takjub juga dengan tambang batubara yang dijadikan sebagai warisan budaya. Tapi aku juga belum pernah kesana, ke Sawahlunto manpun Padang. BAru sebatas di Pekanbaru, Payakumbuh, dan Pagaralam, mau deh nanti ke Padang kalo ke Pekanbaru lagi.

    Oia jalan kereta itu sudah tidak digunakan lagi ya? Kayaknya ada kereta juga ya di Padang, pernah lihat di channel YouTube kalo gak salah ada di salah satu kota yang mendatangkan lokomotif lagi

    ReplyDelete
  19. Baca kata tambang batubara sawah lunto, jadi ingat pelajaran sejarah waktu sekolanh nyaris hafal di luar kepala dan sekarang jadi warisan budaya ya, sebuah upaya yang patut diapresiasi. didukung dengan adanya organisasi/komunitas Padang Heritage sehingga pelestarian warisan tetap terjaga

    ReplyDelete
  20. Warisan budaya ini harus senantiasa dilestarikan secara turun temurun ke anak muda. Terutama dengan konten yang berkualitas seperti ini bisa membuka mata anak muda bahwasanya ada sejarah yang terpendam di Sawahlunto sebagai warisan budaya.

    ReplyDelete
  21. Salut sama program Padang Heritage, bahkan bisa tetap terus berjalan meskipun pandemi. Semoga semangat juangnya dalam menjaga warisan dunia Tambang Batubara Ombilin nantinya menular kepada kaum muda lainnya. Betul, kalau bukan kita yang menjaga siapa lagi.

    ReplyDelete
  22. Keren ya program padang Heritage ini dalam upaya melestarikan cagar budaya di negeri kita.

    ReplyDelete
  23. Betul betul kalau bukan kita sendiri siapa lagi yang mempertahankan. Konsep kayak gini bisa diterapkan untuk produk wisata lain, dengan begitu meminimalisir pihak asing campur tangan

    ReplyDelete