Friday, March 29, 2024

Jejak De Greve: Dari Batubara Menjadi Ranah Minang Berkembang Pesat

Jejak De Greve

Jejak De Grave: Dari Batubara Menjadi Ranah Minang Berkembang Pesat

Sosok de Greve memiliki peranan yang sangat penting bagi pemerintahan hindia belanda di Sumatra Westkust. Sosok ini menjadi pengungkit perkembangan pembangunan kota dan industri di Sumatra Westkust. de Greve pun dikenal sebagai penemu kandungan batubara Ombilin-Sawahlunto (Haryanto 2022). 

De Greve merupakan ahli geologi yang melaporkan kandungan batubara yang terdapat di Batang Ombilin-Sawahlunto. Berangkat dari penelitian De Greve inilah kemudian Pemerintah Kolonial memutuskan untuk melakukan eksploitasi batubara di Ombilin-Sawahlunto (Ahda 2012).

Sosok de Greve ini memiliki nama lengkap Willem Hendrik De Greve yang dilahirkan 15 April 1840 di Franeker, Belanda. De Greve menempuh studi diploma 1855-1859 di Delft Akademi Kerajaan dan meraih gelar insinyur pertambangan pada usia 19 tahun. Setelah dua tahun belajar dan bekerja di berbagai tambang. De Greve ditunjuk untuk menangani kajian berbagai penambangan di Hindia Belanda, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal tertanggal 14 Desember 1861 (Saputra 2011).

Jejak De Greve
Cerita tentang de Grave di Museum Gudang Roensum 

Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan Surat Keputusan bertarikh 26 Mei 1867 yang berisikan perintah untuk menugaskan de Greve melakukan penyelidikan lebih detail mengenai keberadaan batu bara di pedalaman Minangkabau (Padangsche Bovenlanden) tepatnya di daerah Ombilin dan Sijunjung. De Greve terus merampungkan detail penyelidikan hingga mempublikasikan laporan temuannya dengan judul “Het Ombilien-kolenveld iin de Padangsche Bovenlanden en het Transportstesel op Sumatra’s Weskust “ tahun 1871 (Saputra 2011). 

Setelah itu, De Greve kembali melakukan penelitian di tempat yang sama pada tahun 1872. Namun dalam penelitian keduanya De Greve mengalami kecelakaan akibat terseret arus Batang Kuantan yang mengaakibtkan De Greve tewas pada 22 Oktober 1872. (Saputra 2011). 

Jejak de greve

Iklan duka cita mengenai kematian De Greve diterbitkan pada media masa Het Vaderland pada 30 Oktober 1872. Berita duka citanya diterima oleh keluarga melalui telegram, kemudian dikirim ke surat kabar pada 29 Oktober 1872. 

Tulisannya berikut: “Sebuah pesan telegraf membawa kabar duka bahwa putra dan menantu kami yang sangat kami cintai, W.H. DE GREVE, seorang insinyur pertambangan di Belanda, terbunuh dalam sebuah kecelakaan ketika sedang bertugas di Sumatra, di Sungai Indragiri. F. De Greve & W. R. Van Hoëvell.”(Sufyan 2023).

Kunjungan Ijzerman ke Makam de Greve pada 1892

Dalam buku Dwars door Sumatra diceritakan Ijzerman pada 1892 pernah mengunjungi Makam de Grave dan terlihat juga pada dokumentasi foto yang menunjukan suasana Makam de Greve. Makam de Greve ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah Kabupaten Sawahlunto dan menjadi salah satu bagian terpenting dari warisan dunia Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (Haryanto 2022).

Makam de Greve di Durian Tarung Sijunjung 

Jejak de Grave
Makam de Grave di Nagari Durian Gadang (Sumber: Zhilal Darma/Wikimedia)

De Greve dimakamkan di Jorong Koto Hilia, Nagari Durian Gadang, Kecamatan Sijunjuang, Kabupaten Sijunjuang (0.3820654_S 100.6640138_E). Makam de Greve terletak di kawasan yang bernama Pulau Godang yang posisinya di seberang batang Kuantan. Apabila diperhatikan dari jauh tempat ini terlihat seperti semacam pulau di tengah sungai. Untuk menuju ke Pulau Godang harus melalui jembatan gantung yang terbentang di atas Batang Kuantan. Panjang jembatan ini kurang lebih 100 m dengan lebar satu meter (Ahda, 2012). 

Makam de Greve berada di areal tanah milik Pasukuan Melayu. Makam de Greve memiliki bentuk yang sederhana jika dibandingkan dengan makam-makam Belanda yang terdapat di Kota Sawahlunto (Ahda, 2012). 

Jejak De Grave
Jejak de Greve
Nisan Makam de Greve (Sumber: Zhilal Darma/Wikimedia)

Area makam Makam de Greve tidak luas hanya terdapat nisan. Nisan Makam de Greve ini mengalami kerusakan yang diakibatkan prasastinya pernah dicoba dicuri oleh masyarakat akan tetapi karena kualitas batunya kuat hanya membuat tetakan pada nisannya ini. Kemudian setelah direvitalisasi makam ini dipagar, diberi papan informasi dan terdapat satu prasasti yang bertuliskan “ Situs Cagar Budaya Makam Willem Hendrik De Greve” (Haryanto 2022). 

Nisan Makam de Greve berukuran panjang 107 cm dan lebar 88 cm yang terdapat tulisan “Hier rust de mijn ingenieur W.H. de Greve den 22″ October 1872 door een ongelukkig toeval alhier omgekomen R.I.P.” artinya ‘Di sini beristirahat dengan tenang insinyur pertambangan W.H. de Greve yang pada 22 Oktober 1872 meninggal di tempat ini karena kecelakaan” (Haryanto 2022). 

Monumen de Greve di Padang

Suasana Padang lama tahun 1890-1930. (sumber: NMVW)

Sosok de Greve sangat berjasa besar dalam penemuan tambang batu bara Sawahlunto dan berdampak besar pada pembangunan infrastruktur di Sumatra Barat. Sebagai bentuk penghormatan dan mengenang jasa de Greve, maka pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Westkust membangun satu monumen peringatan yang berada di pusat pemerintahan Sumatra Westkust (Haryanto 2022). 

Monumen de Greve diperkirakan dibangun 1871. Monumen de Greve merupakan salah satu dari empat monumen bersejarah di Kota Padang yang keberadaannya sudah tidak ada lagi. Meskipun secara fisik sudah tidak ada lagi, masih beruntung dapat melihatnya secara digital dari koleksi repro dokumentasi yang diambil pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda (Haryanto 2019; Haryanto 2022). 

Literatur mengenai pembangunan Monumen de Greve ini membang masih terbatas. Tidak ada narasi yang menceritakan proses pembuatan dan peresmian monumen ini. Namun, jika ditinjau dari keberadaan peta lama Padang bisa dilihat dari kurun waktu tahun 1870-1945. Monumen de Greve mulai terlihat dari peta lama Padang tahun 1915 karya Topographisce inrichting dan peta lama Padang tahun 1915 karya War Office US. Artinya diperkirakan Monumen de Greve dibanguna pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 (Haryanto 2022).

Monumen de Greave yang berada dekat dengan Kantor Bank Indonesia Muaro (sumber: NMVW)

Dalam repro foto koleksi Nationaal Museum van Wereldculturen tahun 1931 yang berjudul Kantoor van de Javasche Bank en het monument voor W.H. de Greve dapat terlihat jelas bentuk Monumen de Greve yang memiliki bentuk tugu yang pada bagian atasnya melengkung seperti bentuk jam hisas berdiri (Haryanto 2022). 

Monumen de Greve ini memiliki pondasi dibawahnya dengan bentuk dinding dengan desain yang menyerupai susunan batu bata yang terdiri dari 6 tingkatan. Kemudian dibagian atasnya terdapat tulisan Willem Hendrik De Greve dengan logo khas Glück Auf seperti di Gedung Kebudayaan Sawahlunto atau Societeit Glück Auf (Haryanto 2022).

Gluck Auf adalah ucapan salam dalam bahasa Jerman di kalangan para pekerja tambang yang artinya semacam harapan agar para pekerja selamat dan berhasil dalam menggali tambang. Sebenarnya kata itu merupakan singkatan kalimat dalam bahasa Jerman "Ich wünsche Dir Glück, tu einen neuen Gang auf" artinya saya berharap anda beruntung dalam menggali tambang baru (Haryanto 2022).

Sekitar Monumen de Greve terdapat sebuah taman kota yang diberi nama Taman De Greve atau Greveplein dan jalan yang ada sekitar dermaga di tepian Batang Arau diberi nama jalan Dermaga De Greve atau De Grevekade (Haryanto 2022).

Jejak de Grave
Suasana sekitaran Greveplein (Koleksi Padang Heritage/Istimewa)

Monumen de Greve berlokasi persisi di bagian depan De Javasche Bank (Bank Indonesia Muaro) dan sekitar Kantor Pusat Residen Sumatra Westkust.  Sekarang posisinya berada di sekitaran bawah Jembatan Siti Nurbaya, Kawasan Kota Tua Padang, Kota Padang (Haryanto 2022).

Dalam diskusi bersama Dr. Eko Alvares Z dosen Arsitektur Universitas Bung Hatta tahun 2017 diceritakan bahwa monumen peninggalan kolonial di Kota Padang banyak dihancurkan ketika era penjajahan tantara Jepang. Rusli Amran (1986) dalam buku Padang Riwayatmu menuliskan Monumen de Greve diperkirakan dihancurkan pada masa kependudukan tentara Jepang yang menguasai Kota Padang sekitar tahun 1942-1946 (Haryanto 2022).

Hal serupa juga dituliskan oleh  Sarkawi B. Husain (2006) untuk menghilangkan pengaruh dan jejak penguasa sebelumnya, pemerintah pendudukan Jepang melakukan banyak penghancuran terhadap monumen, patung, atau tugu yang didirikan oleh Belanda. Namun demikian, tidak satupun tugu atau monumen yang didirikannya. Kehadirannya yang sangat singkat hanya membawa perubahan pada beberapa aspek sosial, politik, dan pemerintahan. Terdapat juga literatur yang menyebutkan Monumen de Greve ini dihancurkan kerena dampak pembangunan atau pelebaran jalan pada masa kemerdekaan (Haryanto 2022). 

Monumen de Grave adalah salah satu landmark yang penting dan memiliki nilai sejarah dengan estetika yang cantik pada awal abad ke-19. Semoga kelak, ada upaya untuk merekonstruksi kembali monumen de Grave sebagai langkah untuk menjaga warisan dunia Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang dapat diceritakan terus kepada generasi mendatang (Haryanto 2022). 

Referensi:
  • Ahda, Fachrie. 2012. “Makam William Hendrik de Greve.” Sawahluntomuseum.Wordpress.Com. Retrieved (https://sawahluntomuseum.wordpress.com/2012/03/12/de-greve/). 
  • Amran, Rusli. 1986. Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. 
  • Haryanto, Bayu. 2019. “4 Monumen Bersejarah Yang Hilang Di Kota Padang.” Kidalnarsis.Com. Retrieved (https://www.kidalnarsis.com/2019/02/monumen-bersejarah-di-kota-padang.html).
  • Haryanto, Bayu. 2022. Guide Line Padang Heritage Walk Kawasan Batang Arau Dan Kelenteng Kota Tua Padang. Padang: Komunitas Padang Heritage. 
  • Husain, Sarkawi B. 2006. “Mereka Tidak Bisu: Makna & Perebutan Simbol Monumen, Patung, Dan Tugu Di Kota Surabaya.” Konferensi Nasional Sejarah VIII (59):1–15.
  • Saputra, Yonni. 2011. “Mengenang Sosok Willem Hendrik De Greve: Mijn Ingenieur Yang Mengantarkan Sawahlunto Menjadi Kota Modern Berwajah Indo Belanda (Eropa).” Teraszaman.Blogspot.Com. Retrieved (https://teraszaman.blogspot.com/2011/04/mengenang-sosok-willem-hendrik-de-greve.html). 
  • Sufyan, Fikrul Hanif. 2023. “In Memoriam: 1, 5 Abad Willem Hendrik de Greve.” Kompas.Com. Retrieved (https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/18/112520679/in-memoriam-15-abad-willem-hendrik-de-greve?page=all).

2 comments:

  1. Ternyata selain makam aslinya, de Greve juga punya monumen di tempat lain. Kalo liat pendidikannya keren ya bang. Umur 19 udah jadi sarjana dia.

    ReplyDelete
  2. Heran deh dengan warga plus enam dua itu. Nisan makam aja mau dicuri... Hadeuh...

    Meski termasuk komplotan penjajah
    Tapi De Greve ini bener berjasa besar dalam penemuan tambang batu bara Sawahlunto.
    Dampaknya kan besar juga buat pembangunan infrastruktur di Sumatra Barat sekarang ya

    ReplyDelete